Sabtu, 30 Juni 2018

Kilovegram: Cinta Bukan Soal Ukuran Tapi Soal Perasaan

Posted by Menukil Aksara | 8:07:00 AM Categories:
Judul                : Kilovegram
Penulis             : Mega Shofani
Desain sampul  : Orkha Creative
Penerbit           : PT Gramedia Pustaka Utama
Tahun terbit     : 2018, cetakan pertama
Tebal buku       : 272 hlm; 20 cm
ISBN                : 978-602-03-7915

BLURB:
    Kata orang, Aruna itu sebenarnya cantik, tapi... gendut.

    Iya, Aruna tahu ia gemuk. Ia pun kenyang dan tidak mempan lagi diejek. Habisnya bagaimana? Ia paling sulit menolak makanan, apalagi yang enak. Masakan Mama, misalnya. Atau traktiran Raka, sahabatnya.

    Tetapi sikap cuek Aruna mulai berubah setelah Nada, sepupunya yang cantik dan serbabisa, masuk ke SMA yang sama dengannya. Bukan itu saja, Raka terang-terangan memuja dan mendekati Nada sehingga membuat Aruna merasa tersisih dan minder. Apa yang harus ia lakukan agar bisa seperti Nada?

    Aruna pun memutuskan mulai berdiet. Bagaimanapun caranya, ia harus langsing , langsing, langsing! Ia tidak akan kalah dengan cewek-cewek lain di sekolah dan akan mendapatkan kembali perhatian Raka.

    Diet dimulai dari... sekarang!

SINOPSIS:
    “Gimana mau punya cowok kalo badan aja pipi semua? Gimana mau ada yang naksir, betis aja kayak tabung gas begini? Jatuh cinta sih jatuh cinta... Yang nangkep cintanya ada nggak?” (hlm. 21)

    Aruna Mega yang akrab disapa Runa memasuki sekolah baru, SMA Angkasa Jakarta. Di SMA ini ada sahabat baiknya semenjak kecil, Raka Gheoputra alias Raka yang sudah jadi siswa senior. Sebagai pengurus OSIS, Raka terlibat dalam kepanitiaan masa orientasi siswa baru. Dan pagi itu, Raka sedang berlagak serius menghukum Runa melakukan push-up. Awalnya hukuman berjalan semestinya dengan diselingi adu mulut setengah bercanda di antara Raka dan Runa, tapi mendadak terhenti karena Runa jatuh pingsan. Ternyata pagi itu Runa melewatkan sarapan karena kesiangan bangun. Di rumah kemudian, Mama mengabarkan bahwa sepupu Runa yang bernama Nada Aurelia atau Nada akan pindah sekolah ke Jakarta dari Tasikmalaya. Tak hanya itu, Nada memilih bersekolah di SMA yang sama dan tinggal serumah dengan Runa. Tentu saja Runa antusias karena selama ini dia hanya tinggal berdua dengan mamanya sepeninggal sang papa. Dan lebih senang lagi ketika mengetahui bahwa Nada sekelas bahkan sebangku dengannya.

    Secara fisik dan karakter, Runa dan Nada sangat jauh berbeda. Aruna gemuk, doyan makan, cuek, dan tidak punya sahabat selain Raka. Sedangkan Nada selain cantik alami nan langsing, juga berprestasi di luar mata pelajaran, supel, dan modis meskipun tidak berlebihan. Di hari pertama Nada masuk sekolah, nyaris seluruh siswa terpukau dan tak menyadari bahwa dia dan Aruna adalah sepupu. Demikian pula dengan Raka yang ikut terpikat dan tak menyangka bahwa Runa memiliki sepupu secantik Nada. Dimulailah aksi pendekatan Raka terhadap Nada. Apalagi dalam waktu dekat akan diadakan pentas seni sekolah, dengan menggelar aneka lomba. Nada yang ikut serta dalam lomba puisi diiringi petikan gitar akustik dan rajin berlatih di ruang musik kerap disambangi Raka. Perlahan Raka seolah tak punya waktu lagi untuk Runa. Hal ini membuat Runa merasa tersisih. Selain itu, teman-teman di sekolah pun menyanjung Nada sehingga sontak membuat Runa membanding-bandingkan dirinya dengan sang sepupu hingga terbitlah rasa minder. Di lain pihak, dua teman perempuan Runa sejak SD, Diana dan Imey yang terkenal suka bergosip juga bersekolah di SMA Angkasa. Mereka berdua semenjak dulu gemar mengganggu Runa. Dua cewek itu bahkan punya nama sapaan khusus untuk Aruna: Arundut. Walaupun sebagian besar waktu Runa tak menanggapi cemoohan mereka, tapi sesekali dia juga membela diri dengan melontarkan balik perkataan pedas.

Ketika tawaran Raka agar Runa mendaftar di ajang lomba pagelaran busana datang, Runa akhirnya menerima. Runa bertekad ingin menunjukkan pada semua orang bahwa dia pun berani berekspresi dan tidak akan kalah dengan cewek-cewek lain di sekolah. Sayangnya, ketika hari diadakannya pagelaran busana datang, Raka yang menyaksikan penampilan Runa yang berubah drastis justru menertawakan dan mengolok-olok di depan teman-teman mereka. Ditambah lagi, gaun yang dikenakan Runa kembaran dengan Nada. Tapi Raka tak menyadari kesalahannya dan menganggap itu sekadar candaan antarsahabat. Walaupun sempat jatuh mental, Runa pada akhirnya memilih tetap maju ke perlombaan. Dia tak sudi menyerah. Dan tak dinyana, justru dalam perlombaan tersebut Runa menyabet dua gelar juara sekaligus. Momen ini memacu semangat Runa untuk berubah. Selain itu, dia juga ingin merebut kembali perhatian Raka. Maka Runa memutuskan mengonsumsi obat pelangsing yang dijual bebas di pasaran lewat toko daring. Dia juga ngotot mengurangi porsi makan dan rajin berolahraga sendiri.

    Selama proses mencapai bobot tubuh ideal tersebut, hubungan persahabatan Runa dan Raka makin merenggang. Bahkan, sebuah insiden kesalahpahaman yang diwarnai adu mulut dan emosi yang memuncak membuat hubungan dua sahabat ini memburuk. Suatu hari, ketika seorang senior laki-laki bernama Valen mengganggu Runa tepat di depan mata Raka, ia bahkan tak membela bahkan pura-pura tak mengenal Runa. Tapi Runa tak gentar dan justru menunjukkan sikap perlawanan dengan kata-kata menohok yang membuat Valen dan yang menyaksikan tercengang. Di lain sisi, efek ‘program’ diet ketat yang dijalani Runa diam-diam mulai menampakkan hasil. Banyak teman sekolah yang nyaris tak mengenali lagi Runa dengan ‘penampilan’ barunya dan tak sedikit yang memuji. Termasuk Raka, yang pada sebuah kesempatan acara makan malam bersama keluarga, tak menyangka akan menyaksikan Runa yang cantik dalam balutan gaun yang terasa familier. Namun kecanggungan di antara mereka belum reda, apalagi Runa teringat bahwa Raka semakin dekat dengan Nada akhir-akhir ini.

Hingga suatu waktu, Mama mendorong Runa untuk berpartisipasi dalam sebuah lomba pagelaran busana berskala lebih besar daripada yang diselenggarakan di sekolah. Runa pun mengiakan saran sang mama. Yang mengejutkan, ketika berada di area kompetisi, Runa bertemu dengan Diana. Rupanya Diana juga ikut berkompetisi. Sesudah diselingi adu mulut, dua gadis ini bersaing di panggung. Dan betapa tercengangnya Diana ketika di momen pengumuman, gelar juara yang direbutnya masih kalah level dibanding yang berhasil diraih Runa. Dilontarkanlah pernyataan menusuk kepada Runa sebagai aksi pelampiasan atas kekesalannya.

Selang beberapa waktu kemudian, ketika Runa bersiap meninggalkan area sekolah di sore hari, tak sengaja dia memergoki seorang cowok tak dikenal hendak berbuat tak senonoh terhadap Diana. Beruntunglah Runa berhasil membuat cowok itu pergi berkat keberaniannya. Diana yang merasa berterima kasih lantas mengenalkan Runa pada kakak laki-lakinya, yang ternyata adalah Valen. Semenjak itulah hubungan Runa, Diana, dan Valen berubah baik. Ketika suatu hari Runa dirawat di rumah sakit, Diana dan Valen bahkan juga datang membesuk. Raka yang pada saat itu juga berada di ruangan yang sama, merasa terkejut dengan kedekatan mereka. Diam-diam, tebersit rasa cemburu. Ditambah lagi, di hari-hari selanjutnya, Valen kerap bersikap manis pada Runa. Puncaknya, Raka mengultimatum Valen agar menjaga jarak dengan Runa yang berubah menjadi petaka. Tak lama kemudian Raka mengumumkan bahwa dia dan Nada telah resmi berpacaran. Runa yang tak bisa membohongi diri sendiri, berkeluh kesah dan menceritakan isi hatinya pada Diana. Diana menyarankan agar Runa mengakui perasaaannya secara langsung pada Raka.

Apakah Raka lebih memilih sahabat yang ternyata berubah suka padanya, atau sepupu sahabatnya yang nyaris sempurna dan juga menyukainya?

REVIEW:
    “... cinta bukan sekadar mementingkan fisik. Melainkan melibatkan lebih dari itu... perasaan. Dan kelak akan ada saatnya seseorang yang mebuktikan semua itu.” (hlm. 118)

    “Ketika keadaan menekan seseorang, dia dituntut berubah agar bisa keluar dari tekanan. Itu yang gue lakukan.” (hlm. 151)

    Tema yang diangkat oleh teenlit satu ini memang tidak asing lagi di kalangan remaja. Tentang penilaian seseorang berdasarkan penampilan fisik semata serta konflik bullying yang mengiringi, juga kisah persahabatan yang berubah cinta. Tapi penulis menurut saya sukses mengeksekusi tema tersebut menjadi kisah segar yang menarik dan tetap relevan. Penggunaan POV orang ketiganya pas, membuat saya tetap merasa ‘dekat’ dengan masing-masing tokoh. Walaupun Aruna menjadi tokoh sentral, POV ini menjadikan tokoh lain terasa sama penting dan berperannya dalam keseluruhan kisah. Seting Jakarta, terutama di sebuah SMA, dengan segala pernik kehidupan siswa menjadikan novel ini tak kehilangan nuansa kehidupan remaja. Ditambah lagi kisah persaingan dalam kompetisi luar sekolah, masalah kenakalan remaja yang ada kaitannya dengan keluarga, menjadi ‘bumbu’ yang membuat kisah lebih menarik sekaligus tak kehilangan arah. Alur maju yang mendominasi juga nyaman untuk diikuti.

    Tentang penokohan, selain Aruna sebagai tokoh sentral, kehadiran Raka dan Nada cukup menyita perhatian. Meskipun tidak memfavoritkan Raka (yang dengan segala ucapan pedas, keegoisan dan sikap plinplannya bikin saya geregetan setengah mati), saya tetap mengapresiasi perannya yang secara tidak langsung memicu semangat Runa untuk berani berekspresi dan mengusahakan perubahan. Nada pun menjadi tokoh penengah yang terkesan netral, walaupun tetap disisipkan sifat manusiawi di mana dia juga senang diperhatikan dan ingin memiliki seseorang yang disukai. Selain itu, Diana, Imey, dan Valen yang pada dasarnya menjadi antagonis, menambah keseruan cerita. Saya paling suka adegan ketika Runa berkonfrontasi dengan Diana dan Valen sebelum mereka berubah menjadi teman baik. Emosinya sangat terasa. Juga disisipkan kata khas ala Runa yang membuat saya senyum-senyum. Yang sedikit saya sayangkan adalah sosok Vio, seorang senior baik hati yang perannya terasa hanya secuil. Padahal sosok ini cukup menarik dan membuat saya penasaran dengan latar belakangnya. Sedangkan mama dari Aruna berperan cukup penting sebagai sosok dewasa pengayom dan panutan para tokoh remaja di sini.

    Mengenai deskripsi, nuansa kehidupan sekolah dan remaja pada umumnya cukup sukses digambarkan. Hanya sedikit catatan mengenai fashion style para tokoh dalam beberapa kesempatan. Terutama momen ketika Runa, Nada, dan Diana terlibat kompetisi pagelaran busana. Saya merasakan detail pemaparan penulis tentang istilah-istilah khusus jenis busana dan aksesoris yang dikenakan masih kurang terperinci. Seharusnya riset bisa lebih mendalam lagi agar terasa ‘feel’ kompetisinya. Detail ini juga bisa mempertajam karakter tiap tokoh tersebut.

    Secara keseluruhan, saya suka sekali dengan teenlit ini. Kovernya 'remaja banget', dengan paduan warna yang menarik, juga ilustrasi tokoh Aruna yang kece sekaligus menggambarkan isi buku. Emosi saya campur-aduk selama membaca. Ada kalanya tertawa dan senyum geli, gemas, kesal, dan tersentuh. Salut dengan sikap pantang menyerah Runa, dengan keberaniannya, dengan sikapnya yang terkesan cuek tapi baik hati dan mudah memaafkan, serta sikap hormatnya pada yang lebih tua. Runa mewakili pesan cerita tentang menjadi sosok remaja yang berkarakter, tidak mudah terpengaruh efek buruk pergaulan masa kini. Novel yang menghibur sekaligus patut dibaca oleh para pembaca belia masa kini, terutama yang sedang gamang mencari jati diri.
   

  • RSS
  • Delicious
  • Digg
  • Facebook
  • Twitter
  • Linkedin
  • Youtube