Senin, 01 Juli 2019

Kisah Mahapatih Gajah Mada dan Petualangan Si Bajak Laut yang Konyol

Posted by Menukil Aksara | 3:45:00 PM Categories:

Judul buku         : Bajak Laut & Mahapatih
Genre                  : fiksi – komedi sejarah
Penulis                : Adhitya Mulya
Editor                 : Resita Febiratri
Desain sampul & ilustrator isi: WD Willy
Penerbit              : GagasMedia
Cetakan              : pertama, 2019
Tebal buku         : vii + 292 hlm; 13 x 19 cm
ISBN                   : 978-979-780-941-6

Blurb

Jaka Kelana: bajak laut yang konyol, tapi pintar (terkadang). Cita-citanya kali ini bukan terkenal dan disegani, simpel saja, gimana sih caranya biar nggak jomlo lagi? Dia pengin banget melamar Galuh, sang pujaan hati.
Namun, apa profesi bajak laut—yang jadi buronan banyak orang—bisa memiliki masa depan bagus?

Gajah Mada: panglima perang Kerajaan Majapahit. Cita-cita Mahapatih adalah menyatukan Nusantara, menaklukkan beberapa daerah. Sumpah Palapa pun ia ucapkan, yang merupakan janji setia kepada kerajaan.
Tentu saja, di setiap perang ada banyak cerita. Drama apakah yang terjadi pada sang Mahapatih dan kisah-kisah perangnya?

Lalu, bagaimana cerita Jaka Kelana bisa terkait dengan Mahapatih Gajah Mada yang hidup puluhan tahun lalu?
Apakah Jaka berhasil membuktikan bahwa ia ganteng dan tidak jomlo selamanya? Padahal, kegantengan dirinya itu mutlak menurut Jaka seorang.

Sinopsis

Di buku satu dikisahkan kepahlawanan Jaka Kelana dengan membunuh seekor naga. Beberapa waktu berselang, di tahun 1675, Jaka dan awak kapalnya yang menamakan diri mereka Kerapu Merah menambatkan kapal di Bandar Banten. Merasa bahwa pamornya telah naik, Jaka Kelana menjadi lebih percaya diri. Namun di luar dugaan, justru aksi heroik tersohornya memancing marabahaya. Banyak pendekar yang mengincarnya, baik hidup ataupun mati demi imbalan besar yang ditawarkan kompeni. Jaka dan awaknya yang berhasil meloloskan diri pun lari tunggang-langgang, angkat sauh, lalu berlayar ke Surabaya. Ternyata di Surabaya Jaka memiliki misi lain yang bersifat pribadi. Dia ingin melamar Galuh, gadis pujaannya, meskipun telah ditolak belasan kali sebelumnya. Sayangnya, sekali lagi Jaka harus menerima penolakan pahit. Tapi Jaka tak menyerah. Dia bahkan bertekad akan mencari cara agar Galuh menerima lamarannya di masa depan. Salah satu jalan adalah mengumpulkan harta sebanyak mungkin. Maka ketika seorang saudagar menawarkan bayaran mahal dengan mengantarkannya ke Palembang, Jaka menyanggupi meski berisiko tinggi. Di Palembang pulalah kemudian Jaka dan kawan-kawan berjumpa seorang gadis yang mengaku putri Sultan Johor bersama sepasang pengawal pribadinya. Gadis bernama Zubaedah tersebut meminta bantuan Jaka mendapatkan kembali harta kesultanannya yang telah lama berpindah tangan ke Kesultanan Mataram, tentunya dengan janji imbalan yang setimpal. Tergiur imbalan yang dijanjikan, Jaka menyanggupi meskipun belum sepenuhnya paham bagaimana dia mampu membantu mendapatkan kembali harta pusaka sang putri.

Sedangkan di Kesultanan Mataram sendiri Tumenggung Wirakrama baru saja dilantik menggantikan jabatan tumenggung sebelumnya. Sebagai tumenggung, ternyata Wirakrama mewarisi tugas untuk menjaga sebuah rahasia besar. Rahasia tersebut tersimpan rapi dalam sebuah buku catatan yang dinamai Lembar Amangkubhumi. Buku tersebut milik Mahapatih Gajah Mada dan berisi kumpulan tulisan penting mencakup kisah hidup semasa menjabat Mahapatih di Kerajaan Majapahit, juga rahasia di balik kegemilangan dan kekuatan sang Mahapatih.

Di lain pihak, di tengah perjalanan menuju Mataram, Jaka Kelana tak sengaja menguak kedok Zubaedah dan jati diri kedua pengawalnya. Ternyata gadis tersebut memiliki niat jahat dengan harta yang hendak direbutnya dan Jaka hanyalah tumbal. Terlambat mengetahui, Jaka harus membayar mahal dan nyaris kehilangan nyawa. Sesudah berhasil mendapatkan harta incaran dari Sultan Mataram lewat negosiasi licik dan pertumpahan darah, Zubaedah dan sepasang pengawalnya bergegas menuju Pulau Buton. Tumenggung Wirakrama yang menyadari kesalahan yang dibuat Sultan pun terpaksa berkomplot dengan Jaka Kelana. Misi sesungguhnya Zubaedah ternyata berkaitan dengan rahasia besar yang ditinggalkan oleh Mahapatih Gajah Mada. Rencana jahatnya harus digagalkan.

Review

“Jika sebuah perkara jatuh ke tangan penguasa yang bijak dan arif, maka perkara itu akan memberikan manfaat untuk orang banyak. Jika sebuah perkara jatuh ke tangan penguasa yang tamak dan haus kuasa, maka dunia dapat jungkir balik dibuatnya.” (hlm. 54)

Ini kali pertama saya membaca kisah petualangan Jaka Kelana dan Kerapu Merah. Sempat ragu, apakah akan bisa ‘nyambung’ dengan cerita buku dua ini, berhubung saya belum membaca buku satu (Bajak Laut & Purnama Terakhir). Tapi ternyata kekhawatiran saya tersebut sirna sesudah membaca buku ini. Meskipun belum membaca keseruan kisah Jaka Kelana membunuh naga di buku satu, itu tidak masalah. Toh kisah di buku ini bisa dibilang berdiri sendiri. Meskipun demikian, tentu lebih afdol jika kamu sudah menamatkan baca buku satu terlebih dulu sebab akan lebih paham mengapa Jaka diburu banyak pendekar di awal cerita buku ini.

Dengan mengusung label ‘komedi sejarah’, buku ini memang memadukan penggalan catatan sejarah Nusantara terutama di masa kejayaan Kerajaan dan Kesultanan di tanah Jawa dengan kisah fiksi petualangan, dikemas dalam nuansa humor dan selorohan yang mengundang tawa, yang menyiratkan keinginan penulis menyuguhkan cerita sejarah dengan gaya ringan menghibur. Bahasanya pun tidak seratus persen baku, dikombinasikan dengan gaya bahasa informal ala novel kontemporer tapi tetap sesuai konteks seting dan tokoh. Berbagai istilah dan fakta sejarah disuguhkan dengan tambahan catatan kaki. Fakta sejarah dipadukan dengan fiksi secara apik, tapi tetap disertai ulasan singkat di halaman terpisah di bagian akhir buku sehingga pembaca bisa membedakan dengan mudah mana fakta mana fiksi.

Selain tokoh Jaka Kelana yang menjadi fokus utama dengan segala kekonyolannya, keempat kawannya Lintong, Aceng, Surendro dan Abbas yang setia kawan, kehadiran tokoh Wirakrama yang berwibawa menjadi ‘penyeimbang’ karakter mereka, sehingga cerita tak melulu dibawa melucu. Sedangkan sisipan kisah romansa Jaka Kelana dengan Galuh, Mahapatih Gajah Mada dengan Sri Gitarja memang fiktif tapi tetap diramu menjadi plot yang menarik. Disertai duel dan aksi kejar-kejaran yang seru, Adhitya Mulya juga tak lupa memberikan kejutan-kejutan sepanjang cerita. Dan karena buku ini tak terlampau tebal, saya menamatkan baca tanpa terasa, terhanyut dengan aksi heroik Jaka Kelana, Wirakrama dan kawan-kawan.

Jika kisah Jaka Kelana dan kawan-kawan memiliki kelanjutan di buku tiga, saya yakin pembaca setianya akan menantikan. Terlebih lagi jika banyak menampilkan aksi laga di lautan, sesuai julukan Jaka: si Bajak Laut yang konyol tapi pintar. Dan sebaiknya juga masih dilengkapi dengan ilustrasi cantik di sejumlah halaman seperti di buku dua ini.



0 komentar:

Posting Komentar

  • RSS
  • Delicious
  • Digg
  • Facebook
  • Twitter
  • Linkedin
  • Youtube