Kamis, 10 Maret 2022

[Resensi Buku] Membantah Tuanku Rao: Dongeng dengan Sentimen Pribadi (?)

Posted by Menukil Aksara | 2:09:00 PM Categories:

 ๐Ÿ“ŒJudul: Antara Fakta dan Khayal: Tuanku Rao; Penulis Prof. Dr. Hamka; Editor Muh. Iqbal Santosa, Jakarta; Republika Penerbit, 2017, viii + 479 hal.๐Ÿ“Œ


๐Ÿ“‘"Bagi saya sejarah itu hanyalah fakta dan data, bukti dan catatan yang kita terima dari pada orang yang dahulu dari pada kita. Dan kita tidak melihat sendiri lagi kejadian itu karena ruang dan waktu yang sudah lampau. Oleh sebab itu untuk menilai, mempertautkan di sana sini, perlulah kita pakai pikiran kita: yaitu pikiran yang teratur. Pikiran teratur itulah yang mempunyai peralatan berpikir; premis I, premis II dan kesimpulan." (hal. 369)

๐Ÿ“‘Buku ini merupakan Bantahan Terhadap Tulisan-tulisan Ir. Mangaradja Onggang Parlindungan dalam Bukunya "Tuanku Rao”. Merupakan pengalaman pertamaku membaca buku bantahan atas suatu buku lain. Sedangkan dari sisi tokoh yang dijadikan judul buku sekaligus fokus (Tuanku Rao, oleh Ir. Mangardja Onggang Parlindungan), bisa dikatakan semasa di bangku sekolah yang lekat di ingatan tentang sosok pemimpin Padri justru Tuanku Imam Bonjol. Namun dalam buku bantahan ini dijelaskan bahwa ada banyak ulama Padri, meskipun yang menonjol ada lima: Haji Miskin, Tuanku Nan Renceh, Tuanku Lintau, Tuanku Imam Bonjol, dan Tuanku Tambusai (hal. 241). Lantas siapakah Tuanku Rao, dari mana asal usul dan apa kiprahnya dalam sejarah Islam di Indonesia? Mengapa pula Parlindungan begitu menonjolkan dan mengelu-elukannya?

๐Ÿ“‘Buku yang cukup tebal ini diawali dengan cerita perkenalan Buya Hamka dengan buku Tuanku Rao disusul dengan penulisnya, berlanjut dengan pertemuan keduanya dengan para sarjana Minang dalam sebuah seminar (termasuk dalam acaranya adalah pembahasan Tuanku Rao). Ditulis secara sistematis (ditunjukkan pada bagian mana pernyataan yang hendak dikupas, di halaman berapa), juga disertai wawancara dengan sejumlah narasumber dan menggali riset dengan referensi jelas (ada dalam Daftar Buku Bacaan). Buku Bantahan ini bahkan memaparkan sejarah Islam di dunia dan bangsa Arab, barulah mengupas sejarah Islam Indonesia, pendudukan Belanda dan Perang Padri. Mengapa hingga menyentuh sejarah Islam di dunia? Karena buku Tuanku Rao mengaitkan kiprah Tuanku Rao dalam lingkup tersebut, termasuk menyebutkan sejumlah tokoh Islam dunia. Selain itu sangat penting mengupas juga budaya Arab, letak strategis sejumlah wilayah di dunia, dan situasi politik suatu masa tertentu demi membantah sejumlah poin

๐Ÿ“‘Pengalaman membaca yang luar biasa. Selain menambah pengetahuan juga mengingatkan tentang urgensi berpikir kritis dan logis, tentang metode ilmiah dalam penulisan sejarah, dan tentang dampak publikasi tulisan seseorang apatah lagi jika isinya menyesatkan. Terakhir, buku Buya Hamka ini menjadi teguran; hendaknya umat muslim Indonesia memberikan penghormatan kepada setiap tokoh perjuangan dan pergerakan kemerdekaan dengan adil, tidak melebihkan satu atas yang lain hanya karena sentimen pribadi atau agenda terselubung lain

๐Ÿ“‘Berikut ini sejumlah kutipan dari buku Antara Fakta dan Khayal: Tuanku Rao yang menurutku penting digarisbawahi:

๐Ÿ–️Parlindungan memberi judul bukunya dengan "Tuanku Rao" karena Tuanku Rao seorang yang penting sekali kedudukannya dalam kalangan Padri. Sebab dia berdua dengan Tuanku Tambusai adalah orang-orang yang berjasa di dalam menyebarkan Agama Islam ke daerah Tanah Batak, sampai ke Batak Utara, termasuk Tarutung, Balige, dan Porsea sekarang ini.
(hal. 279)

๐Ÿ–️Saya memuji keahlian Parlindungan berkhayal. Sayang sekali ilmu pengetahuan tentang ilmu bahasa dan nasab Arab tidak ada sama sekali, sehingga apa yang dikarangnya ini menjadikan tertawa orang yang ada pengertian terhadap nama si Pokki Na Ngol-ngolan, alias Muhammad Faqih Amiruddin Sinambela, ditukar jadi 'Umar Khaththab! Dan menurut pengetahuan segala orang yang mengerti aturan nama orang Arab dan nama Sayidina 'Umar bin Al-Khaththab pada umumnya, sekali-kali tidaklah Khalifah Rasulullah Yang Kedua itu bernama 'Umar Khaththab, melainkan 'Umar bin Khaththab. (hal. 293)

๐Ÿ–️Asrul Sani memberikan keterangan:
"Tuanku Rao adalah orang Padang Matinggi sendiri, Rao Padang Nunang. Kaum keluarga dan suku-saka yang terdekat masih dapat dicari sekarang di sana... "
(hal. 297)


๐Ÿ–️Penulis Putra Batak sendiri, Alm. Sanusi Pane tidak ada membayangkan sama sekali bahwa Tuanku Rao itu orang Batak.
(hal. 299)

๐Ÿ–️Sejarah adalah hasil penyelidikan pada bekas-bekas yang ditinggalkan oleh orang dahulu berupa kesan, tulisan, bangunan, dan lain-lain. Semuanya ini dikumpulkan dan disusun lalu dijadikan pegangan turun-temurun. Segala bahan, fakta dan datanya atau bahan dan masanya dipertahankan dengan memakai logika akal.
Bukanlah sejarah namanya apa yang disusun sendiri oleh orang seorang asal ganjil bunyinya didengar orang lain, atau berbeda dari yang ditulis oleh orang lain, lalu dipaksa orang menerima apa yang disusun itu. Atau dikarang cerita tapi tidak terang dari mana sumbernya.
(hal. 358-359)

๐Ÿ–️Saya tidak sepaham dengan Parlindungan yang menyamakan sejarah dengan ilmu exact! Bagi Parlindungan yang penting ialah angka tahunan. Sedang bagi saya angka tahunan bukan exact, malahan barang mati kalau tidak diselesaikan dengan logika. Dalam Tuanku Rao terdapat berpuluh-puluh angka tahunan, tetapi menjadi hancur laksana bukit salju kena panas setelah diuji dengan logika atau peralatan premis.
(hal. 369)

๐Ÿ–️Hal yang demikian dilakukan juga oleh Parlindungan kepada seluruh suku Minang yang selalu ditulisnya dalam bahasa Inggris "Brothers from Minang". Dengan tambahan S di ujung Brother jelaslah bahwa yang ditujunya sudah lebih dari satu orang! Apatah lagi banyak terdapat kata-kata ejekan yang tidak pantas, seperti 'membeo' saja atau 'dammit' dan lain-lain padahal tidak pula jelas orang Minangkabau mana yang dituju.
(hal.373)

๐Ÿ–️Maka bertemulah beliau dengan "Brothers from Minang" di rantau yang berminat pada sejarah: seperti Dr. Deliar Noor, Dekan IKIP Jakarta, Dra. Asmaniar, Drs. Ibrahim Buchari, keduanya sarjana jurusan sejarah, Drs. D.M. Mansur, Drs. Amura, Drs. Sidi Gazalba, dan beberapa sarjana di Minang sendiri.
Ketika mulai terjadi pertukaran-pertukaran pikiran tidaklah ada orang yang membalas serang karena menyinggung-nyinggung nama Minang. Orang hanya meminta fakta dan data dari apa yang dia tulis.
Sayang! Tidak ada satu pun yang dapat dijawabnya dengan tegas to the point!
(hal. 375-376)

๐Ÿ“™Sebagai penutup (usai menyampaikan sederet poin kesimpulan), Buya Hamka menyampaikan:


"Demikianlah beberapa kesimpulan yang sangat prinsipil di dalam buku kita ini, untuk membantah keterangan-keterangan yang sangat menyesatkan dalam buku "Tuanku Rao" karangan Parlindungan tersebut, di samping beratus, saya ulang; beratus keterangan lain yang juga menyesatkan, yang telah dapat memperdayakan pula beberapa sarjana, sehingga mengakibatkan timbul keraguan kita atas nilai kesarjanaan dalam bidang sejarah bagi sarjana-sarjana yang mempercayai buku tersebut."  (hal. 394)

Wallahu a'lam bishawab.

0 komentar:

Posting Komentar

  • RSS
  • Delicious
  • Digg
  • Facebook
  • Twitter
  • Linkedin
  • Youtube