Minggu, 27 Maret 2022

[Resensi Buku] The Fountains of Silence: Sejarah Kelam Spanyol Masa Franco

Posted by Menukil Aksara | 6:25:00 AM Categories:

 


📝"Kami hanya mati jika kalian melupakan kami." —epitaf tanpa nama (Kuburan Massal Perang Saudara Spanyol)

📌The Fountains of Silence • Penulis Ruta Sepetys, editor Fidyastria Saspida, alih bahasa Airien Kusumawardhani • Penerbit Elex Media Komputindo, 2019, 508 hlm.



📑Lewat fiksi sejarah ini, aku menjadi tahu mengenai Perang Saudara Spanyol antara kaum Nasionalis dengan kaum Republikan. Kaum Nasionalis yang dipimpin Generalísimo Francisco Franco dibantu Hitler dan Mussolini. Kemenangan diraih kubu Franco dan Spanyol berada di bawah kepemimpinan diktatornya selama tiga puluh enam tahun. Periode kelam dalam sejarah kekuasaan Spanyol ini kurasa juga masih belum banyak diketahui oleh warga dunia. Di sinilah Ruta Sepetys menggulirkan kepiawaiannya dalam menjalin kisah fiksi tapi didasarkan pada riset yang mumpuni
📑Diceritakan lewat POV orang ketiga, per babnya pendek-pendek, sering kali berganti fokus tokoh begitu saja, sedangkan alur dominan maju. Tokoh utamanya menarik bagiku; seorang pemuda yang berambisi menjadi fotografer profesional, namun terhalang restu ayahnya yang seorang pebisnis di bidang perminyakan. Fotografi yang diminati adalah tipe fotografi perang atau yang merangkai cerita lewat kehidupan orang-orang yang dipotret. Kusuka bagaimana penulis detail mendeskripsikannya melibatkan emosi dan prinsip jurnalisme. Mengingatkanku akan tipe fotografi dalam National Geography. Dari segi karakter, meskipun muda, Daniel memiliki kedewasaan berpikir dan emosi yang stabil. Sedangkan tokoh utama wanita, Ana, memiliki semangat hidup tinggi, keingintahuan akan banyak hal, tapi dibelenggu rasa takut. Tokoh-tokoh lain dan konflik pribadi mereka pun nggak kalah menarik, mendukung atmosfer mencekam sekaligus menyempurnakan plot. Misalkan Julia kakak Ana dan Puri sepupu Ana dari pihak ibu; keduanya lebih memilih tutup mulut meskipun menemukan banyak titik kecurigaan beralasan tentang aksi-aksi keji para tiran dan mengetahui rahasia kelam keluarga karena kedua perempuan ini menganggap tutup mulut adalah demi keselamatan diri dan keluarga. Favoritku selain Daniel adalah Ben dan Miguel, dua tokoh pria yang mengajarkan banyak hal tentang fotografi kepada Daniel dan menjadi rekan diskusi menyenangkan walaupun usia mereka lebih dewasa dan Miguel memiliki latar budaya berbeda dengan Daniel. Ada pula kisah Fuga si miskin yang tidak jelas asal-usulnya yang bermimpi menjadi matador. Penggambaran tradisi matador ini pun dieksekusi dengan baik. Edisi terjemahan Bahasa Indonesia ini pun menyediakan sejumlah catatan kaki untuk membantu pembaca memahami istilah-istilah terkait budaya Spanyol dan deskripsi dalam cerita
📑Franco dengan tiraninya lewat militer, penggambaran Pasukan Gagak yang selalu mengintai, kisah pencurian bayi, Katolik sebagai agama satu-satunya yang diakui, memandang kaum lain rendah bahkan keturunannya berhak dirampas itu sungguh mencengangkan, lantas tentang Pakta untuk Melupakan dan fakta bahwa negara-negara lain tidak mampu berbuat apa-apa juga bikin geram. Bagaimana penulis mengakhiri kisah tiap tokoh bagiku logis dan meskipun tidak semua bahagia, justru memperkuat nilai cerita yang ingin disampaikan. Kurekomendasikan bagi pecinta fiksi sejarah. Selain kisah berlatar Perang Dunia, kisah ini tak kalah penting dibaca 👍



Kamis, 24 Maret 2022

[Resensi Buku] Sepotong Hati di Angkringan: Memaknai Ulang Sepi di Masa Pandemi

Posted by Menukil Aksara | 12:18:00 PM Categories:

📌Judul buku: Sepotong Hati di Angkringan • Penulis Joko Pinurbo • Kurator Tia Setiadi • Ilustrator Alfin Rizal • DIVA Press, 2020, 81 hlm. 📌

🏡 Buku kumpulan puisi ini terdiri atas dua bagian; bagian pertama Sepotong Hati di Angkringan, membidik tema kehidupan secara umum bersetting Yogyakarta dan hal-hal sederhana yang biasa ditemui namun bisa jadi luput dari pemaknaan mendalam, seperti puisi Bakso Sedap, Becak Santuy, dan Suara Drumben Dini Hari, lalu bagian kedua Ibadah Mandi menggugah permenungan atas pandemi yang terjadi, "memamerkan" kemahiran teknik Jokpin sebagai maestro sekaligus kearifan sebagai manusia dewasa, misal lewat puisi Jalan Korona, Elegi 2020, dan Sajak Semoga

🏡Ini buku ketiga beliau yang kubaca, tetap suka dan menikmati sekali tiap sajaknya. Menurutku lewat syair-syair yang bersahaja, pun selentingan sindiran yang tajam, ditemani humor segar yang bikin senyum-senyum, mampu menonjolkan ciri khas sang penyair. Dan tak lupa apresiasi tinggi juga kepada ilustrator yang menciptakan karya keren yang menyertai tiap puisi. Wow banget, sungguh. Wajib dimiliki buku fisiknya

📜Protokol Kewarasan

1. Menutup wajah dengan wajah 

yang lebih tulen.

2. Menjaga jarak dengan kenangan.

3. Mencuci hati dengan harum hati. 

(hal. 74) 📜




 

Senin, 21 Maret 2022

[Resensi Buku] Laut Bercerita: Jangan Biarkan Kekelaman Menguasai Indonesia

Posted by Menukil Aksara | 7:07:00 PM Categories:

 

Judul buku: Laut Bercerita • Penulis: Leila S Chudori • Penyunting: Endah Sulwesi, Christina M. Udiani • Cetakan keduapuluh lima, 2021, Jakarta, KPG (Kepustakaan Populer Gramedia) • x + 379 hlm; 13,5 cm x 20 cm • ISBN: 978-602-424-694-5


📢Pernah mendengar istilah desaparasidos
Dalam bahasa Spanyol desaparecidos bermakna seseorang yang menghilang, diduga dibunuh pihak militer/kepolisian. Dalam novel ini diartikan 'penghilangan orang secara paksa'
📢Apa yang melatarbelakangi aksi desaparasidos? Sesuai latar kisah di era Orde Baru yang represif, hal tersebut dilakukan demi membungkam suara keadilan dan kebenaran. Dalam Laut Bercerita, yang vokal menyerukan perlawanan adalah para aktivis yg mayoritas berstatus mahasiswa. Dibuka dengan adegan yg langsung menyulut emosi dan mengobrak-abrik sisi kemanusiaan, tentang nasib tragis Biru Laut sang tokoh utama, kisah dimulai di masa kini lantas bergulir menyorot momen-momen penting di masa tertentu yang lampau. Selain POV orang pertama dari Biru Laut, bagian kedua buku bercerita dari sudut pandang sang adik, Asmara Jati. Di bagian ini digambarkan cukup intens bagaimana perjuangan keluarga dan rekan memperjuangkan keadilan, menemukan kebenaran dan titik terang mengenai keberadaan para korban desaparasidos, juga mengulik sisi psikologis para tokoh


📢Ada cukup banyak tokoh selain Laut yang menyita perhatian. Menarik mencermati dinamika hubungan para aktivis dengan berbagai karakter; ada persahabatan, romansa, bahkan pengkhianatan. Karakter Laut dan Asmara yang bertolakbelakang menurutku membuat novel makin hidup, selain keberadaan Kinan si gadis berkarisma dan berjiwa pemimpin
📢Ada fakta terkait budaya dan bahasa di setting Blangguan yg mengganjal bagiku (kebetulan aku tinggal di Situbondo yang merupakan kabupaten di mana Blangguan ini berada, jadi cukup mengenal budaya dan bahasa masyarakat), juga masih ada sedikit ketidakpuasan dalam plot dan penggambaran gulat pemikiran antaraktivis dan rakyat secara keseluruhan. Namun bagaimanapun juga novel ini ditulis dengan riset dan pemikiran matang yang hasilnya sangat kuapresiasi. Aku pun salut dengan penggalian sisi psikologis para tokoh (termasuk pascatrauma) meskipun belum sampai membuatku menitikkan air mata (sebagaimana sebagian besar teman pembaca yg kutahu). Ini novel sejarah Indonesia pertama yang menurutku berani mengambil sudut pandang para aktivis. Bagi pembaca yang tidak mengalami secara langsung era Orde Baru mungkin akan sedikit kesulitan memahami betapa berbeda situasi masa itu dibandingkan kini, tapi justru menantang generasi muda agar melek sejarah.




Kamis, 10 Maret 2022

[Resensi Buku] Membantah Tuanku Rao: Dongeng dengan Sentimen Pribadi (?)

Posted by Menukil Aksara | 2:09:00 PM Categories:

 📌Judul: Antara Fakta dan Khayal: Tuanku Rao; Penulis Prof. Dr. Hamka; Editor Muh. Iqbal Santosa, Jakarta; Republika Penerbit, 2017, viii + 479 hal.📌


📑"Bagi saya sejarah itu hanyalah fakta dan data, bukti dan catatan yang kita terima dari pada orang yang dahulu dari pada kita. Dan kita tidak melihat sendiri lagi kejadian itu karena ruang dan waktu yang sudah lampau. Oleh sebab itu untuk menilai, mempertautkan di sana sini, perlulah kita pakai pikiran kita: yaitu pikiran yang teratur. Pikiran teratur itulah yang mempunyai peralatan berpikir; premis I, premis II dan kesimpulan." (hal. 369)

📑Buku ini merupakan Bantahan Terhadap Tulisan-tulisan Ir. Mangaradja Onggang Parlindungan dalam Bukunya "Tuanku Rao”. Merupakan pengalaman pertamaku membaca buku bantahan atas suatu buku lain. Sedangkan dari sisi tokoh yang dijadikan judul buku sekaligus fokus (Tuanku Rao, oleh Ir. Mangardja Onggang Parlindungan), bisa dikatakan semasa di bangku sekolah yang lekat di ingatan tentang sosok pemimpin Padri justru Tuanku Imam Bonjol. Namun dalam buku bantahan ini dijelaskan bahwa ada banyak ulama Padri, meskipun yang menonjol ada lima: Haji Miskin, Tuanku Nan Renceh, Tuanku Lintau, Tuanku Imam Bonjol, dan Tuanku Tambusai (hal. 241). Lantas siapakah Tuanku Rao, dari mana asal usul dan apa kiprahnya dalam sejarah Islam di Indonesia? Mengapa pula Parlindungan begitu menonjolkan dan mengelu-elukannya?

📑Buku yang cukup tebal ini diawali dengan cerita perkenalan Buya Hamka dengan buku Tuanku Rao disusul dengan penulisnya, berlanjut dengan pertemuan keduanya dengan para sarjana Minang dalam sebuah seminar (termasuk dalam acaranya adalah pembahasan Tuanku Rao). Ditulis secara sistematis (ditunjukkan pada bagian mana pernyataan yang hendak dikupas, di halaman berapa), juga disertai wawancara dengan sejumlah narasumber dan menggali riset dengan referensi jelas (ada dalam Daftar Buku Bacaan). Buku Bantahan ini bahkan memaparkan sejarah Islam di dunia dan bangsa Arab, barulah mengupas sejarah Islam Indonesia, pendudukan Belanda dan Perang Padri. Mengapa hingga menyentuh sejarah Islam di dunia? Karena buku Tuanku Rao mengaitkan kiprah Tuanku Rao dalam lingkup tersebut, termasuk menyebutkan sejumlah tokoh Islam dunia. Selain itu sangat penting mengupas juga budaya Arab, letak strategis sejumlah wilayah di dunia, dan situasi politik suatu masa tertentu demi membantah sejumlah poin

📑Pengalaman membaca yang luar biasa. Selain menambah pengetahuan juga mengingatkan tentang urgensi berpikir kritis dan logis, tentang metode ilmiah dalam penulisan sejarah, dan tentang dampak publikasi tulisan seseorang apatah lagi jika isinya menyesatkan. Terakhir, buku Buya Hamka ini menjadi teguran; hendaknya umat muslim Indonesia memberikan penghormatan kepada setiap tokoh perjuangan dan pergerakan kemerdekaan dengan adil, tidak melebihkan satu atas yang lain hanya karena sentimen pribadi atau agenda terselubung lain

📑Berikut ini sejumlah kutipan dari buku Antara Fakta dan Khayal: Tuanku Rao yang menurutku penting digarisbawahi:

🖍️Parlindungan memberi judul bukunya dengan "Tuanku Rao" karena Tuanku Rao seorang yang penting sekali kedudukannya dalam kalangan Padri. Sebab dia berdua dengan Tuanku Tambusai adalah orang-orang yang berjasa di dalam menyebarkan Agama Islam ke daerah Tanah Batak, sampai ke Batak Utara, termasuk Tarutung, Balige, dan Porsea sekarang ini.
(hal. 279)

🖍️Saya memuji keahlian Parlindungan berkhayal. Sayang sekali ilmu pengetahuan tentang ilmu bahasa dan nasab Arab tidak ada sama sekali, sehingga apa yang dikarangnya ini menjadikan tertawa orang yang ada pengertian terhadap nama si Pokki Na Ngol-ngolan, alias Muhammad Faqih Amiruddin Sinambela, ditukar jadi 'Umar Khaththab! Dan menurut pengetahuan segala orang yang mengerti aturan nama orang Arab dan nama Sayidina 'Umar bin Al-Khaththab pada umumnya, sekali-kali tidaklah Khalifah Rasulullah Yang Kedua itu bernama 'Umar Khaththab, melainkan 'Umar bin Khaththab. (hal. 293)

🖍️Asrul Sani memberikan keterangan:
"Tuanku Rao adalah orang Padang Matinggi sendiri, Rao Padang Nunang. Kaum keluarga dan suku-saka yang terdekat masih dapat dicari sekarang di sana... "
(hal. 297)


🖍️Penulis Putra Batak sendiri, Alm. Sanusi Pane tidak ada membayangkan sama sekali bahwa Tuanku Rao itu orang Batak.
(hal. 299)

🖍️Sejarah adalah hasil penyelidikan pada bekas-bekas yang ditinggalkan oleh orang dahulu berupa kesan, tulisan, bangunan, dan lain-lain. Semuanya ini dikumpulkan dan disusun lalu dijadikan pegangan turun-temurun. Segala bahan, fakta dan datanya atau bahan dan masanya dipertahankan dengan memakai logika akal.
Bukanlah sejarah namanya apa yang disusun sendiri oleh orang seorang asal ganjil bunyinya didengar orang lain, atau berbeda dari yang ditulis oleh orang lain, lalu dipaksa orang menerima apa yang disusun itu. Atau dikarang cerita tapi tidak terang dari mana sumbernya.
(hal. 358-359)

🖍️Saya tidak sepaham dengan Parlindungan yang menyamakan sejarah dengan ilmu exact! Bagi Parlindungan yang penting ialah angka tahunan. Sedang bagi saya angka tahunan bukan exact, malahan barang mati kalau tidak diselesaikan dengan logika. Dalam Tuanku Rao terdapat berpuluh-puluh angka tahunan, tetapi menjadi hancur laksana bukit salju kena panas setelah diuji dengan logika atau peralatan premis.
(hal. 369)

🖍️Hal yang demikian dilakukan juga oleh Parlindungan kepada seluruh suku Minang yang selalu ditulisnya dalam bahasa Inggris "Brothers from Minang". Dengan tambahan S di ujung Brother jelaslah bahwa yang ditujunya sudah lebih dari satu orang! Apatah lagi banyak terdapat kata-kata ejekan yang tidak pantas, seperti 'membeo' saja atau 'dammit' dan lain-lain padahal tidak pula jelas orang Minangkabau mana yang dituju.
(hal.373)

🖍️Maka bertemulah beliau dengan "Brothers from Minang" di rantau yang berminat pada sejarah: seperti Dr. Deliar Noor, Dekan IKIP Jakarta, Dra. Asmaniar, Drs. Ibrahim Buchari, keduanya sarjana jurusan sejarah, Drs. D.M. Mansur, Drs. Amura, Drs. Sidi Gazalba, dan beberapa sarjana di Minang sendiri.
Ketika mulai terjadi pertukaran-pertukaran pikiran tidaklah ada orang yang membalas serang karena menyinggung-nyinggung nama Minang. Orang hanya meminta fakta dan data dari apa yang dia tulis.
Sayang! Tidak ada satu pun yang dapat dijawabnya dengan tegas to the point!
(hal. 375-376)

📙Sebagai penutup (usai menyampaikan sederet poin kesimpulan), Buya Hamka menyampaikan:


"Demikianlah beberapa kesimpulan yang sangat prinsipil di dalam buku kita ini, untuk membantah keterangan-keterangan yang sangat menyesatkan dalam buku "Tuanku Rao" karangan Parlindungan tersebut, di samping beratus, saya ulang; beratus keterangan lain yang juga menyesatkan, yang telah dapat memperdayakan pula beberapa sarjana, sehingga mengakibatkan timbul keraguan kita atas nilai kesarjanaan dalam bidang sejarah bagi sarjana-sarjana yang mempercayai buku tersebut."  (hal. 394)

Wallahu a'lam bishawab.

  • RSS
  • Delicious
  • Digg
  • Facebook
  • Twitter
  • Linkedin
  • Youtube