Senin, 23 September 2019

Senjakala: Kisah-Kisah Mistis Ketika Senja dan Curahan Hati Risa Saraswati

Posted by Menukil Aksara | 6:23:00 PM Categories:

Judul buku       : Senjakala
Penulis             : Risa Saraswati
Penyunting       : Maria M. Lubis
Penerbit           : PT Bukune Kreatif Cipta
Tebal buku       : x+218 hlm; 14x20 cm
Cetakan/Tahun : Cet.1/November, 2018
ISBN                : 978-602-220-294-3
Genre               : novel misteri/horor

Blurb

Senja kala.

Setiap orang punya perasaan yang berbeda tentang gurat merah yang menghiasi langit senja itu. Ada yang menganggapnya indah, tenang, bahkan romantis—seperti yang sekarang kian populer disajakkan para penyair.

Namun, bagiku, Peter, Hans, Hendrick, William, dan Janshen, saat itu artinya tidak boleh ke mana-mana. Kami akan berada di kamar dan aku bercerita tentang hal mengerikan apa saja yang bisa muncul di waktu senja.

Anak-anak itu ketakutan.

Semakin besar rasa takut mereka, makin semangat aku bercerita. Kukumpulkan kisah-kisah paling menyeramkan dari makhluk yang bermunculan pada jelang malam itu di buku ini.
Selamat mengikuti Senjakala, sisi lain dari indah gurat senja.

Sinopsis

“Hal yang paling kurindukan saat bersama teman-teman masa kecilku adalah saat malam menjelang dan kami semua tidur berdesakan di kamarku yang sempit. Meski berkumpul dengan hantu pasti sangat janggal di telinga orang lain, tapi bagiku itu adalah hal yang sangat menyenangkan.” (hlm. 140)

Pembaca novel-novel bergenre misteri-horor Indonesia pasti sudah nggak asing dengan nama Risa Saraswati. Buku-bukunya yang mengangkat kisah pengalamannya berinteraksi dengan hantu atau arwah atau bahkan sosok mistis menyeramkan telah diterbitkan oleh penerbit mayor, bahkan difilmkan. Buku Senjakala ini merupakan karya terbarunya. Berbeda dengan sejumlah buku terdahulu, kali ini Risa menuliskan kumpulan kisah pengalamannya maupun kisah orang yang dikenalnya berjumpa sosok mistis ketika senja datang, atau sekitar pukul enam hingga tujuh malam.

Di Indonesia, waktu senja identik dengan larangan orangtua kepada anak-anaknya untuk tidak keluar rumah atau bermain di luar karena di waktu tersebut konon banyak makhluk dunia lain yang bebas bergentayangan dan mengganggu manusia, bahkan dalam kasus tertentu menculik atau menyembunyikan anak.

Terdapat tujuh kisah seram, baik yang dialami Risa sendiri, keluarganya, maupun kenalannya yang berjumpa aneka makhluk tak kasatmata. Ada kisah anak diculik kalong wewe, ada juga perempuan cantik yang mengerikan bernama Sukma, anak laki-laki dan perawat yang berjumpa kuntilanak, sopir taksi muda yang bertemu berbagai makhluk halus akibat ditumbalkan oleh pesugihan, peti mati yang mengirim pertanda kematian, hingga kisah hantu anak perempuan dari masa penjajahan yang gentayangan di rumah angker.

Namun selain menceritakan sejumlah kisah seram tersebut, Risa juga mencurahkan kegundahan hati kepada kelima hantu cilik yang menjadi sahabatnya: Peter, Hans, Hendrick, William, dan Janshen. Ketakutan akan kematian, perasaan merasa sendirian, atau harapan akan masa depan dicurahkan di sini. Risa bahkan menulis surat yang seolah mengantisipasi perpisahan dengan kelima sahabatnya itu.



Review

“... jangan pula menerima uang tanpa bekerja atau berusaha keras untuk mendapatkannya.” (hlm. 138)

“... tak ada yang lebih menyedihkan dari hidup sendirian dan merasa ditinggalkan.” (hlm. 205)

Membaca buku karya Risa Saraswati merupakan pengalaman pertama bagi saya. Lewat buku ini, meski sekilas, saya jadi mengenal kelima hantu yang bersahabat dengan Risa beserta tingkah polos dan lucu mereka. Mungkin saya sebaiknya mulai membaca kisah mereka masing-masing yang telah dibukukan juga. Interaksi antarmereka selama Risa menceritakan kisah-kisah mistis ini pun kerap mengundang senyum, menjadi selingan di sela ketegangan dan kengerian yang terasa. Seolah didongengi tapi bukan dongeng anak yang menggemaskan.

Dari ketujuh kisah, bagi saya yang paling menakutkan itu kisah sopir taksi yang sempat dinyatakan meninggal tapi hidup kembali. Sepertinya ‘relate’ dengan kisah nyata yang pernah saya dengar. Selain itu, twist kisah rumah persemayaman dan peti mati yang bergerak-gerak sendiri mengagetkan saya. Nggak menyangka sama sekali.

Semua kisah tak lupa menyampaikan pesan moral yang sangat berharga. Tentang kasih sayang orangtua pada anak dan sebaliknya, teguran agar tidak membantah orangtua, teguran agar tidak menghalalkan segala cara untuk sukses atau kaya, tentang keberanian, dan rasa penyesalan yang selalu datang terlambat. Menjadi poin plus secara pembaca yang tak pernah mencoba membaca genre horor kadang menganggap cerita genre ini hanya menakut-nakuti atau menguji nyali semata. Padahal saya yakin, tiap kisah pasti menyelipkan hikmah berharga.

Bagian pembuka dan isi surat pribadi Risa pada kelima sahabat tak kasatmatanya juga menyentuh. Membuka pikiran dan hati saya tentang bagaimana rasanya hidup menjadi seorang Risa Saraswati dengan keistimewaan yang bagi orang seperti saya akan terkesan menakutkan. Bagaimana Risa mengatasi rasa letih, kesepian dan ketakutan-ketakutannya, bikin saya mencoba berempati pada orang lain yang berbeda dari saya.

Bagi kamu yang tergolong pemula dalam membaca novel horor, buku ini patut banget dicoba. Tidak terlalu tebal, bahasanya ringan, dan bisa dibaca dalam hitungan jam. Jika masih belum cukup nyali, bacalah di waktu siang, bukan di kala senja datang, karena akan bikin terbayang-bayang para sosok seram dalam cerita. he he... btw, kavernya cantik sekaligus menyeramkan, ya :)

  • RSS
  • Delicious
  • Digg
  • Facebook
  • Twitter
  • Linkedin
  • Youtube