Senin, 21 Maret 2022

[Resensi Buku] Laut Bercerita: Jangan Biarkan Kekelaman Menguasai Indonesia

Posted by Menukil Aksara | 7:07:00 PM Categories:

 

Judul buku: Laut Bercerita • Penulis: Leila S Chudori • Penyunting: Endah Sulwesi, Christina M. Udiani • Cetakan keduapuluh lima, 2021, Jakarta, KPG (Kepustakaan Populer Gramedia) • x + 379 hlm; 13,5 cm x 20 cm • ISBN: 978-602-424-694-5


📢Pernah mendengar istilah desaparasidos
Dalam bahasa Spanyol desaparecidos bermakna seseorang yang menghilang, diduga dibunuh pihak militer/kepolisian. Dalam novel ini diartikan 'penghilangan orang secara paksa'
📢Apa yang melatarbelakangi aksi desaparasidos? Sesuai latar kisah di era Orde Baru yang represif, hal tersebut dilakukan demi membungkam suara keadilan dan kebenaran. Dalam Laut Bercerita, yang vokal menyerukan perlawanan adalah para aktivis yg mayoritas berstatus mahasiswa. Dibuka dengan adegan yg langsung menyulut emosi dan mengobrak-abrik sisi kemanusiaan, tentang nasib tragis Biru Laut sang tokoh utama, kisah dimulai di masa kini lantas bergulir menyorot momen-momen penting di masa tertentu yang lampau. Selain POV orang pertama dari Biru Laut, bagian kedua buku bercerita dari sudut pandang sang adik, Asmara Jati. Di bagian ini digambarkan cukup intens bagaimana perjuangan keluarga dan rekan memperjuangkan keadilan, menemukan kebenaran dan titik terang mengenai keberadaan para korban desaparasidos, juga mengulik sisi psikologis para tokoh


📢Ada cukup banyak tokoh selain Laut yang menyita perhatian. Menarik mencermati dinamika hubungan para aktivis dengan berbagai karakter; ada persahabatan, romansa, bahkan pengkhianatan. Karakter Laut dan Asmara yang bertolakbelakang menurutku membuat novel makin hidup, selain keberadaan Kinan si gadis berkarisma dan berjiwa pemimpin
📢Ada fakta terkait budaya dan bahasa di setting Blangguan yg mengganjal bagiku (kebetulan aku tinggal di Situbondo yang merupakan kabupaten di mana Blangguan ini berada, jadi cukup mengenal budaya dan bahasa masyarakat), juga masih ada sedikit ketidakpuasan dalam plot dan penggambaran gulat pemikiran antaraktivis dan rakyat secara keseluruhan. Namun bagaimanapun juga novel ini ditulis dengan riset dan pemikiran matang yang hasilnya sangat kuapresiasi. Aku pun salut dengan penggalian sisi psikologis para tokoh (termasuk pascatrauma) meskipun belum sampai membuatku menitikkan air mata (sebagaimana sebagian besar teman pembaca yg kutahu). Ini novel sejarah Indonesia pertama yang menurutku berani mengambil sudut pandang para aktivis. Bagi pembaca yang tidak mengalami secara langsung era Orde Baru mungkin akan sedikit kesulitan memahami betapa berbeda situasi masa itu dibandingkan kini, tapi justru menantang generasi muda agar melek sejarah.




0 komentar:

Posting Komentar

  • RSS
  • Delicious
  • Digg
  • Facebook
  • Twitter
  • Linkedin
  • Youtube