Minggu, 25 Februari 2018

Cerita-Cerita yang Berjuta Rasanya [Sebuah Resensi]

Posted by Menukil Aksara | 11:55:00 AM Categories:
Judul buku             : Berjuta Rasanya
Penulis                   : Tere Liye
Editor                    : Andriyati
Penerbit                 : Mahaka Publishing (imprint Republika Penerbit)
Tebal buku             : vi + 205 hal.; 23.5x20.5 cm.
Cetakan                 : XXVIII, Feb 2017

BLURB:
    Untuk kita, yang terlalu malu walau sekadar menyapanya, telanjur bersemu merah, dada berdegup lebih kencang, keringat dingin di jemari, bahkan sebelum sungguhan berpapasan.

    Untuk kita, yang merasa tidak cantik, tidak tampan, selalu merasa keliru mematut warna baju dan pilihan celana, jauh dari kemungkinan menggapai cita-cita perasaan.

    Untuk kita, yang hanya berani menulis kata-kata dalam buku harian, memendam perasaan lewat puisi-puisi, dan berharap esok lusa ia akan sempat membacanya.

    Semoga pemahaman baik itu datang. Bahwa semua pengalaman cinta dan perasaan adalah spesial. Sama spesialnya dengan milik kita. Tidak peduli sesederhana apa pun itu, sepanjang dibungkus dengan pemahaman-pemahaman yang baik.

SINOPSIS:
    “Cerita dalam buku ini fiksi. Beberapa di antaranya ditulis ulang, terinspirasi dari cerita-cerita lain yang telah ada.”

    “Seseorang yang mencintaimu karena fisik, maka suatu hari ia juga akan pergi karena alasan fisik tersebut.Seseorang yang menyukaimu karena materi, maka suatu hari ia juga akan pergi karena materi. Tetapi seseorang yang mencintaimu karena hati, maka ia tidak akan pernah pergi! Karena hati tidak pernah mengajarkan tentang ukuran relatif lebih baik atau lebih buruk.” (hal. 26)

    Lima belas judul cerita, berwarna-warni kisah cita-cita perasaan dan hikmah, itu yang seolah dijanjikan buku ini untuk pembacanya. Diawali dengan cerita berjudul “Bila Semua Wanita Cantik” dan diakhiri dengan “Antara Kau dan Aku”. Cerita pembukanya bernuansa fantasi komedi, dengan dua tokoh perempuan yang selalu merasa tidak cantik secara fisik, membandingkan diri mereka dengan seluruh wanita cantik yang mereka kenal atau ketahui. Vin dan Jo, dua gadis tidak cantik itu, yang telah bersahabat selama belasan tahun kerap membincangkan ketidakberuntungan mereka, terutama Vin. Hingga suatu malam, tak dinyana doa Vin yang terasa mustahil dikabulkan dalam wujud yang awalnya tampak sebagai kebalikan dari permohonannya. Lantas kejadian demi kejadian ganjil dan dulu terlihat tak mungkin terjadi pada Vin maupun Jo. Hingga Vin lantas menyadari arti kecantikan yang sesungguhnya, tapi semuanya terlambat. Sebuah kisah lucu yang menyentil pemahaman kita.

    Dua cerita sesudahnya bernuansa serupa, berupa sentilan dari kisah-kisah yang dekat dengan keseharian. Hingga saya dibawa berkenalan dengan cerita berseting futuristik di sebuah negeri yang segala sesuatunya bernuansa kecanggihan teknologi, bahkan hingga memengaruhi pengaturan sistem kehidupan penduduknya. Salah satunya adalah kehidupan percintaan yang dinilai mengalami kebuntuan karena kesibukan. Lantas dewan kota menawarkan solusi berupa alat berbasis teknologi maju bernama ‘cintanometer’. Alat ini digadang-gadang dapat membantu kaum muda menemukan calon pasangan cinta yang potensial. Mulanya, alat tersebut membawa dampak yang dinilai positif, hingga beberapa waktu kemudian mereka menyadari dampak buruk yang jauh melebihi kebaikannya.

    Dalam cerita “Harga Sebuah Pertemuan”, saya mendapatkan kejutan menarik dengan paduan misteri dan fantasi. Sebuah cerita pembunuhan beruntun sebuah keluarga yang narasinya disusun menggunakan format layaknya laporan penyelidikan detektif, dengan kemungkinan beberapa skenario pembunuhan. Ternyata kisah ini masih erat kaitannya dengan tema cinta, kali ini bernuansa kelam dengan isu perselingkuhan dan dendam terpendam. Lantas, di cerita selanjutnya, ada Andrei dan kotak pandora misterius yang menyimpan rahasia besar. Sayangnya, sang ibu selalu berpesan agar tidak pernah dibuka, apa pun yang terjadi. Ketika rasa ingin tahu mengalahkan wejangan tersebut, Andrei pun melanggar dan hal itu mengubah segalanya.

    Terdapat juga dua cerita yang ditulis ulang dari cerita yang telah ada dan termahsyur, yaitu “Mimpi-mimpi Laila-Majnun” dan “Kupu-kupu Monarch”. Keduanya memiiki sedikit kemiripan dalam seting di masa lampau dan legenda cintanya. Cerita unik lain muncul dalam wujud sekuel atau kelanjutan cerita, seperti “LOVE Ver. 7.0 & MARRIED Ver. 9.0” yang merupakan kelanjutan dari “Cintanometer”, juga “Kutukan Kecantikan Miss X” yang ditulis ‘sekuelnya’ dengan judul mirip. Beberapa cerita menyuguhi pembaca plot twist yang bisa jadi mengejutkan atau mencengangkan, salah satunya bagi saya ada dalam cerita “Pandangan Pertama Zalaiva”. Kisah tentang gadis yatim piatu yang dibesarkan penuh kasih sayang oleh kakeknya dan impiannya akan cinta sejati.

REVIEW:
    “... kehidupan ini tak selalu memberikan kita pilihan terbaik. Terkadang yang tersisa hanya pilihan-pilihan berikutnya. Orang yang bahagia selalu berpegangan pada pilihan kedua yang terbaik. Melupakan pilihan pertama yang tak pernah bisa kau capai.” (hal. 88)

    “Setidaknya patah hati memberikan sensasi bahwa kita memang masih hidup. Lagipula siapa bilang ditolak cinta itu tidak indah? Itu indah, Bung! Pikirkanlah dari sudut yang berbeda!” (hal. 132)

    “Ya, cinta sejati seperti hantu. Semua orang membicarakannya, tetapi sedikit sekali yang benar-benar pernah melihatnya.”(hal. 182)

    Itulah beberapa kutipan favorit saya yang terdapat dalam buku ini. Bagi saya, sesuai yang dijanjikan dalam blurb, cerita-ceritanya bikin galau, sekaligus mengobati galau, menikam hati sekaligus membalut luka hati, jika saja kita mau menelaah lapis hikmah yang terkandung dalam setiap cerita. Beberapa kisah terasa amat nyata karena dekat dengan kejadian dalam keseharian kita. Beberapa yang lain seolah jauh dari masa lampau tapi memiliki kemiripan dengan kisah-kisah di masa kini. Beberapa lagi bernuansa fiksi ilmian dari masa depan yang seakan diprediksi mungkin sekali terjadi bertahun ke depan nanti, tapi pesannya tetap relevan dengan kisah kita di masa kini. Ada kisah bahagia dan lucu, mampu membuat saya tersenyum bahkan tertawa lebar. Tapi ada pula yang bisa membuat menitikkan air mata atau merasa ikut patah hati. Dan ada cerita yang akhirnya tak saya duga, kadang petunjuknya luput dari perhatian.

    Sudut pandang penceritaan yang digunakan berbeda-beda di tiap judul, dan menurut saya semuanya tepat sasaran. Emosi yang ingin ditularkan dari para tokoh dan konflik mereka tersampaikan. Detail deskripsi seting maupun penyuguhan konflik dan ending  memuaskan, narasi asyik, penokohannya apik, tentu saja dalam porsi cerita pendek.

Bacaan ringan yang bisa jadi tak butuh waktu lama untuk ditamatkan, tapi akan meninggalkan jejak kesan yang kuat bahkan lama sesudah kita menutup buku. Menghibur sekaligus bikin mikir. Khas seorang Tere Liye yang selalu menonjolkan pesan moral dalam karya-karyanya. Bagi penyuka novel, bolehlah sesekali kamu beralih bacaan semacam kumpulan cerita ini. Akan memberikan sensasi dan pengalaman baca baru dan berbeda atau jadi selingan di tengah timbunan bacaan novelmu. Recommended dan nggak heran jika sudah dicetak ulang berkali-kali hingga sekarang.
   

0 komentar:

Posting Komentar

  • RSS
  • Delicious
  • Digg
  • Facebook
  • Twitter
  • Linkedin
  • Youtube