foto dari SINI |
Hiruk pikuk di halaman kampus berumput lebat—subur oleh siraman hujan semalam—menarik perhatian sebagian besar mahasiswa. Para mahasiswa antusias merapat ke pusat keramaian. Gerimis baru saja reda, tersaput semilir angin yang dingin.
“Korupsi, kolusi, nepotisme masih menjadi isu utama, tak terkecuali di kampus kita tercinta. Siapa pun yang terpilih nanti harus mampu mengusung idealisme anti KKN... “
Orasi meletup-letup dengan suara serak yang khas menggema. Riuh sorak sorai pendukung dan siulan mengekor. Seorang pemuda bertubuh cukup tambun, berdahi lebar, dan bermata burung hantu, tampil percaya diri di atas mimbar.
“Si Arif itu yakin sekali akan menang melawan Dewangga. Dia pasti punya senjata andalan,” bisik seorang mahasiswa berkemeja garis-garis.
“Hah, sok tahu lo!” cibir seorang kawan di sebelahnya. “Dewangga itu mahasiwa teladan. Dia nyaris sempurna, nggak segampang itu ditumbangkan.”
“Hahaha... bahkan Dewa Zeus saja punya kelemahan karena istri manusianya. Mantan presiden “abadi” kita pun dilengserkan. Apatah pula seorang Dewangga!”
Obrolan itu berakhir, seiring bubarnya audiens orasi dalam rangka masa kampanye calon ketua BEM.
☼☼☼☼
Hari pemungutan suara tiba. Berduyun-duyun mahasiswa mendatangi bilik suara khusus. Pemilihan umum yang mengambil miniatur pemilu negeri.
Dewangga, dengan tubuh jangkung dan paras rupawan mirip sang bupati mantan model, tak henti tersenyum ramah pada setiap pendukung setianya. Sang manusia jerapah, demikian julukannya. Supel, bervisi jauh ke depan, dan bijak.
Tiba-tiba dering melodi ponsel berbunyi bertubi-tubi. Para mahasiswa di luar bilik pencoblosan serentak melongok layar ponsel mereka. Dengung suara memenuhi rongga udara beberapa menit kemudian.
“Dewa, gawat! Coba lo lihat ini!” Seorang mahasiswi berparas eksotis dengan rambut lurus sebahu berseru panik.
Dewangga terhenyak. Matanya mendelik. Bibirnya lirih menghamburkan kata-kata makian.
“Dewa, apa bener video ini? Jadi lo pernah main keroyokan dan bikin Arif babak belur sampai masuk rumah sakit?”
“Kok diam aja, Wa? Lo nggak sanggup menyangkal?”
Suara-suara menodong menghampiri Dewangga. Tangan Dewangga terkepal membendung amuk amarah.
“Setan, lo, Rif! Laki-laki cabul pengecut!” Dewangga misuh-misuh. Tanpa mempedulikan cecaran pertanyaan, dia melenggang pergi selincah kucing.
☼☼☼
“Maafkan Dewinta, Kak.”
“Sudahlah, Nta. Kamu jauh lebih berharga daripada jabatan ketua BEM. Seharusnya Kakak tahu, ular seperti dia akan menunggu saat tepat untuk menyuntikkan bisa.“
Dewinta menunduk nyeri. Ingatannya melayang pada peristiwa percobaan perkosaan setahun silam. Rekaman suara yang menjadi bukti tindakan biadab Arif dibalas dengan video rekaman perkelahiannya dengan Dewangga. Dewangga tak mungkin berkilah dan membongkar aib adik semata wayangnya.
*Prompt Quiz #5 - 383 kata
*FF ini terinspirasi dari filosofi makna jerapah sebagai simbol karakter manusia
kejahatan itu suatu saat pasti akan terbongkar tinggal menunggu waktu saja...dan seorang kakak apapun resikonya pasti akan membela adiknya, bila adiknya dalam bahaya......menarik mbak ceritanya...
BalasHapusyap, saya juga meyakini seperti itu. terima kasih sudah membaca, Mbak :)
BalasHapus