Judul Buku : Nadrenaline (Catatan Petualangan Nadine Chandrawinata)
Penulis : Nadine Chandrawinata
Penyunting : Suryo Utomo
Perancang sampul depan: Ismael, Third Eye Studio
Perancang sampul belakang: Adien Dendra
Pemeriksa Aksara: Ine dan Nurani
Penata Aksara: gores_pena
Ilustrasi isi : Ikan
Penerbit : B-First
Cetakan : Pertama, Februari 2012
Jumlah Halaman: xvi + 218 hlm.; 19 cm
ISBN : 978-602-8864-54-1
Blurb:
Hiking, diving, dan traveling adalah bagian penting dalam hidup Nadine Chandrawinata. Tak hanya wara-wiri di layar kaca sebagai entertainer, mantan Putri Indonesia ini juga kerap wara-wiri melakukan perjalanan traveling ke berbagai penjuru negeri, bahkan dunia. Laut dan gunung menjadi tujuannya.
Seru dan tak disangka-sangka. Seperti Nadine yang bisa tak mandi seminggu saat naik boat ke Wakatobi, dengan GPS off. Pun Nadine yang tidur di Stasiun Kolkata, beralaskan keramik kotor, dengan banyak nyamuk dan lalu-lalang orang.
Ulasan:
Tak seperti umumnya kalangan pesohor yang menerbitkan buku kisah hidup atau biografi, buku dari selebritis satu ini bertutur tentang petualangan ke berbagai belahan bumi. Selain karena dorongan kegemaran berpetualang ke alam bebas, perjalanan Nadine kadang juga dilakukan atas dasar tuntutan pekerjaan. Bisa dibayangkan, sesudah bertahun-tahun bepergian, tentunya banyak keseruan, rintangan, kegembiraan, maupun kekecewaan yang bisa dibagi. Beruntungnya, selain gemar berpetualang, Nadine juga senang menuliskan pengalaman-pengalamannya selama di perjalanan. Tulisan tersebut acapkali dikerjakan selama masa senggang perjalanan dengan ponsel pintar ataupun laptop yang dibawa.
Nadrenaline diawali dengan sebuah untaian prolog yang menarik. Salah satu kutipan favorit saya di sini adalah: “Saya yakin pasti kamu juga akan membuat cerita perjalanan yang seru. Kesulitan yang kamu temui tentunya berbeda dengan yang saya alami. But, Nadine was there, too. Semua benci, dongkol, marah, pasti kita alami pada tiap perjalanan itu. Ingat, jangan pernah salahkan orangnya apalagi daerahnya, tapi cobalah untuk ubah perilaku dan pikiran kita sendiri, be a flexible person! Bayangkan bila hidup kita tak ada masalah, flat! Tidak ada tantangan hidup. Basi! Tidak baik pula punya segudang pengalaman, tapi tidak kita bagi kepada orang lain.” (halaman xvi)
Kisah Nadrenaline lantas bergeser ke momen perjalanan Nadine bersama keluarga semasa remaja. Kala itu, mereka bermaksud menempuh perjalanan darat Jakarta-Lombok mengendarai mobil keluaran tahun 90-an. Sudah pasti, keseruan banyak terjadi. Mulai dari menyanyi keras-keras di mobil untuk menghilangkan suntuk, tidur bersempit-sempitan di satu kamar hotel, hingga snorkeling di luar Gili Trawangan.
Petualangan selanjutnya dalam buku ini diambil dari pengalaman ke berbagai kota di Indonesia, benua Asia-Eropa, negeri empat musim, pantai hingga gunung. Di tiap awal judul baru, selalu ada kutipan, entah itu filosofi hidup yang dipegang Nadine, maupun adegan menarik yang dipenggal dari sebuah kisah lengkap. Ini trik yang jitu, karena pembaca jadi bertanya-tanya tentang kisah utuhnya.
Nadine juga tak segan mengisahkan pengalaman konyol, memalukan, yang sempat menimpanya selama berkelana. Contohnya: “Rekor terlama tidak mandi tercatat saat saya menuju Gunung Everest. Ya, tidak terlalu lama, sih, cukup seminggu saja. Badan masih bisa kompromi, kok, alias tidak gatal.” (halaman 67-68). Atau saat dia terkena patahan bulu babi yang cukup parah di bagian bokong (halaman 13-14). Dan masih berderet kisah konyol lain.
Adakalanya pula Nadine berbagi kisah keyakinan penduduk lokal dan kebiasaan-kebiasaan khas yang berbeda dengan Indonesia. Kita juga akan disuguhi istilah-istilah khusus terkait diving, snorkeling, dan tips untuk mempersiapkan perjalanan jauh.
Yang paling menarik, dalam buku ini Nadine membuka sisi lain pribadinya lewat daftar sepuluh hal tentang dirinya, semisal sepuluh hal yang suka Nadine lakukan, 10 kelakuan ketika Nadine bosan, dan semacamnya yang menghibur karena umumnya unik dan konyol. Nadine juga memanjakan mata pembaca dengan melampirkan koleksi foto-foto pribadinya selama berjalan-jalan keliling dunia. Meskipun foto-foto tersebut dalam format hitam putih, namun kualitasnya bagus dan memberi gambaran lebih tentang setting alam atau kota yang dikunjungi.
Gaya bahasa yang digunakan ringan, dipadupadankan dengan bahasa gaul sehari-hari seperti yang biasa digunakan Nadine kala berbicara, yang mana ini bagus, karena ini bukan buku nonfiksi ilmiah yang bahasannya berat. Dengan gaya bercerita mirip orang berbicara, pembaca seakan mendengar kisah langsung dari lisan Nadine.
Dengan membaca buku ini, banyak kita temukan sisi menarik dan positif dari seorang Nadine Chandrawinata, yang di awal kemunculannya lebih identik dengan dunia modelling. Meskipun, tetap ada sisi kekurangan yang tak usah juga kita teladani. Untuk Anda yang menyukai buku nonfiksi semacam ini, Nadrenaline bisa menjadi pilihan yang tepat.
0 komentar:
Posting Komentar