Judul Novel : Jasmine – Cinta yang menyembuhkan luka
Penulis : Riawani Elyta
Penyunting : Mastris Radyamas
Penata Letak : Puji Lestari
Desain Sampul : Andhi Rasydan
Penerbit : Indiva, April 2013
ODHA—Orang Dengan HIV/AIDS—kerapkali dikucilkan dan dicibir, bahkan dicap sebagai sampah masyarakat. Bukan semata akibat salah kaprah, namun juga karena sebagian besar pengidapnya adalah orang-orang yang menyimpang perilaku sosial dan seksnya. Di lain pihak, ada pula fenomena cyber crime yang disutradarai oleh para crackers yang cenderung meresahkan. Dua topik besar ini belum terlampau banyak diangkat ke dalam novel fiksi, apalagi fiksi yang menginspirasi. Riawani Elyta, seorang novelis yang telah menulis sederet novel dan karya lain bersama dengan prestasi-prestasinya, mencoba menuangkan ide besarnya dalam novel yang juga memenangkan penghargaan di ajang lomba menulis novel inspiratif Indiva ini.
Sinopsis
Jasmine, ibarat sekuntum melati yang tercampakkan. Dalam gersangnya kehidupan, kasih sayang yang nihil dirasakannya dari seorang terkasih bergelar ibu, ia terhempas dalam lubang kelam human trafficking dan prostitusi belia. Namun keindahan parasnya pulalah yang lantas menawan hati seorang pemuda tampan putra seorang konglomerat yang sekaligus dedengkot jaringan Cream Crackers, Dean Pramudya -The Prince. Di tengah liku pelariannya, Jasmine bersua sosok Malika, yang mengantarkan secercah hidayah. Ada pula Rowena, wanita yang menelusuri keberadaan putri sulungnya dan sempat menyangka Jasmine sebagai putrinya tersebut. Dean, Malika, dan Ibu Rowena menjadi penyemai cinta di hati Jasmine. Cinta yang membebat luka. Hingga ujian hidup lain kembali menghampiri dan menyodorkan vonis penyakit mematikan pada Jasmine.
Isi Menarik Novel
Novel bernuansa hijau cerah dan putih di sampulnya ini terkesan feminin, dengan sebuah potret wajah berparas cantik di ujung atasnya. Novel ini adalah novel ketiga dari penulis yang saya baca dan paling tebal jumlah halamannya (318 halaman).
Sebagai novel pemenang sebuah ajang bergengsi, novel ini menghadirkan tema tak biasa yang sarat detil setting, diksi apik, konflik yang memacu adrenalin dan rasa penasaran, dan tak ketinggalan inspirasi dari kisah cinta yang juga tak biasa.
Proses mix and match antar beberapa tema—pelacuran, perdagangan anak, cyber cryme, ODHA—konflik, dan penokohan yang notabene tak pernah bersinggungan langsung dengan rutinitas sehari-hari penulis, tentu bukanlah hal mudah. Oleh sebab itu, tak pelak ada saja celah ketidaksempurnaan dalam detil deskripsi setting maupun aktivitas tokoh, misalnya mengenai crackers. Kita jelas akan lebih dimanjakan detil jika dihadapkan pada kisah crackers atau hackers yang ditulis oleh sang pelaku sendiri atau setidaknya sang ahli teknik pemrograman komputer. Walau demikian, istilah-istilah di dalam novel, seperti skimmer, soft attack, hamster, flooding program, banking fraud, cukup mewakili penggambaran dunia cyber crime.
Diksi yang apik dan segar juga dapat dijumpai dalam novel ini, menambah nilai keindahan alurnya. Setting utama kota Batam yang dipilih penulis juga turut menghidupkan cerita, apalagi nampaknya ini bukan kali pertama penulis mengambil Batam sebagai setting novelnya (sebelumnya di novel The Coffee Memory). Barangkali karena Batam juga familiar mengingat domisili penulis di Riau. Selain itu, pelacuran dan kota industri adalah dua sejoli yang tak dapat dipungkiri keserasiannya.
Pengisahan takdir kelam para ODHA yang tak semata para pelaku penyimpangan seks juga dieksekusi apik. Jasmine kakak Luthfi dan Malika dijadikan perwakilan wanita-wanita baik yang berjodoh dengan mantan pecandu dan harus menelan pahitnya vonis AIDS sepeninggal pasangan hidupnya. Hal ini memberikan pelajaran bagi kita akan pentingnya mengetahui riwayat kesehatan dan penyakit serius dari calon suami/istri kita sehingga kelak siap dengan konsekuensinya. Kisah Jasmine yang awalnya menderita Herpes menyusul AIDS juga menyentak kesadaran bahwa zina apalagi berganti-ganti pasangan terlampau berat resikonya. Human trafficking yang diceritakan mengeksploitasi perempuan belia demi rupiah pun bukan rumor tak berdasar dan kita akan memahami kasus penentangan ditutupnya lokalisasi semacam Dolly oleh para pelaku mafia prostitusi. Mereka telah dibutakan oleh kesenangan duniawi dan kemudahan yang diperoleh dengan menindas yang lebih lemah; tak heran jika menolak mentah-mentah kemudahan itu dihapuskan.
Kutipan adegan yang saya sukai dalam novel ini antara lain:
• Rowena mendekatkan lagi bibirnya ke telinga Malika. “Dalam beberapa hari ini, apa yang saya tahu, Jasmine telah mulai menunaikan shalat, fisiknya juga beransur membaik. Saya yakin, Allah telah mengatur pertemuan Jasmine denganmu. Meski pertemuan itu sangat singkat, namun Allah telah memilihmu untuk menitipkan hidayah-Nya pada Jasmine, untuk mengingatkan Jasmine agar kembali ke jalan-Nya... “ Dari ujung kedua mata Malika, mengalir tetes bening. (hal. 260)
• “... Aku baru sadar bahwa tidak ada takdir-Nya yang sia-sia. Semua orang yang dikaruniai nikmat usia, pasti akan menjalani hidup seperti perputaran roda... dan sekarang, memiliki Ibu dalam hidupku adalah kebahagiaan terbesarku... “ (hal. 291)
• “... Vonis itu tak mampu meruntuhkan semangat hidupku setelah kepahitan demi kepahitan beruntun kualami. Aku yakin, Allah telah menyiapkan sesuatu untukku di akhir perjalanan nanti. Sesuatu yang Ia berikan atas nama kasih sayang pada hamba-hamba-Nya, meski sang hamba tak lagi punya harga dan derajat di mata manusia... “ (hal. 315)
Kelebihan dan Kekurangan Novel
Di samping setitik kesalahan ketik dalam penulisan novel ini, saya menyukainya lebih dibandingkan dua novel penulis lainnya, The Coffee Memory dan A Miracle of Touch. Menurut saya, keberanian, kejelian, dedikasi penulis dalam melakukan serangkaian studi atas topik dan eksplorasi penokohan tergambar dalam novel ini. Saya pun menyukai penuturan sisi cinta yang tak melulu antar lawan jenis dalam novel ini, tapi juga cinta seorang ibu dan sesama manusia. Kepahitan hidup seorang Jasmine maupun kekecewaan seorang Dean pada keluarganya mewakili ketidaksempurnaan manusia dan menyentuh ceruk hati terdalam pembaca. Untuk itu, saya memberikan 4,5/5 bintang bagi novel inspiratif yang satu ini.
0 komentar:
Posting Komentar