Minggu, 09 November 2014

[resensi] Bintang yang Terbit dari Hati

Posted by Menukil Aksara | 3:01:00 PM Categories:


Judul Novel       : Bintang Jindo
Penulis                : Susanti Hara
Ilustrasi Isi         : Syarifah Tika
Ilustrasi Sampul : JJ Wind
Penyunting Naskah : Huda Wahid dan Dian Hartati
Penyunting Ilustrasi : Kulniya Sally
Proofreader       : May May Maysarah
Desain Isi           : Nisa Nafisah
Desain Sampul  : Kulniya Sally
Penerbit              : DAR! Mizan
Cetakan               : I, September 2014
Jumlah Halaman : 132 hlm.; ilust.: 21 cm –(Novel)
ISBN                    : 978-602-242-443-7



Blurb:

    “Hyo Ra, apa kamu tidak mau menjadi artis?”
    “Tidak,” geleng Hyo Ra. “Impianku hanya ingin membuat Ayah dan Ibu bahagia.”


    Hyo Ra adalah gadis kecil berusia sepuluh tahun yang sederhana. Impiannya hanyalah membahagiakan orangtuanya. Berbeda dengan Youra si Gadis Centil manja dan ceriwis yang ingin menjadi bintang film terkenal. Bahkan Youra mengaku kalau wajahnya mirip artis tenar di Korea. Youra sering bergaya narsis saat difoto. Lalu dia mengirimkan foto-fotonya ke majalah atau mengunggahnya ke internet. Siapa tahu Youra mendadak jadi artis tenar.


    Perjalanan hidup memang tak pernah bisa ditebak. Seorang sutradara sekaligus pencari bakat berkunjung ke kampung nelayan. Dia sedang mencari bintang baru untuk bermain di film terbarunya. Nah, siapa pemeran utamanya? Kenapa Youra mendorong Hyo Ra sampai ambruk dan tak sadarkan diri? Siapa yang merusak kamera kesayangan sang sutradara?



Sinopsis:


    K-novel (Korean Novel) yang diperuntukkan khusus bagi pembaca belia ini berlatar belakang di sebuah pulau bernama Pulau Jindo, di Korea Selatan. Tiga gadis cilik yang bersahabat menjadi tokoh utama cerita. Ada Hyo Ra, gadis pendiam, sederhana, nan baik hati. Ada pula Eun Hee, gadis yang setahun lebih tua dari Hyo Ra yang bercita-cita menjadi guru. Terakhir, gadis sebaya Eun Hee, berpenampilan paling “wah”, akibat terobsesi menjadi artis ternama seperti seorang idolanya, yang bernama Youra.


    Ketiga gadis kecil itu hidup berdampingan dengan warga lain di sebuah kampung nelayan yang damai. Festival tahunan yang biasa dijuluki Pesta Laut Terbelah Jindo, Jindo Yengdeung Festival, menjadi ajang bersukacita bagi seluruh penduduk asli maupun wisatawan yang berkunjung. Pesta ini pun tak luput dari perhatian Hyo Ra dan kedua sahabatnya.


    Momen langka ini sekaligus menjadi kesempatan berfoto ria dan mengabadikan pose-pose terbaik bagi Youra. Dalam pemikirannya, foto-fotonya nanti akan diunggah ke internet dan dia bermimpi akan ada seorang produser atau pencari bakat yang melihat dan mengorbitkannya menjadi artis. Eun Hee yang kurang menyukai ambisi Youra ini kerap menjaili.


    Tak lama berselang, seorang pria asing berpenampilan nyentrik tanpa sengaja melihat Hyo Ra dan ayahnya yang begitu akrab. Pria tersebut juga diam-diam mengambil foto-foto Hyo Ra. Hingga sebuah insiden menyebabkan Hyo Ra harus berurusan dengan pria itu. Tanpa sepengetahuan Hyo Ra, Eun Hee yang penasaran mencari tahu lewat internet tentang jati diri pria aneh ini dan tiada disangka, pria ini ternyata orang penting dalam dunia hiburan di Seoul.


    Ketika Hyo Ra sedang kebingungan bagaimana menyelesaikan masalahnya dengan pria yang biasa dipanggil Yong Gun tersebut, Paman Yong Gun justru menawarkan penyelesaian yang mengejutkan. Kesepakatan yang terjadi kemudianlah yang membawa perubahan cukup drastis pada kehidupan Hyo Ra. Bagaimana kisah petualangan Hyo Ra bersama kedua sahabatnya selanjutnya? Apa pula rahasia besar yang selama ini disimpan Hyo Ra dengan baik? Baca saja novel manis karya Kak Susanti Hara ini dan temukan hikmah-hikmah menarik di dalamnya.




Ulasan Novel:


    Novel  yang berdesain sampul manis ini memang terbilang unik. Terlahir dari sebuah ide menarik seiring booming-nya dunia hiburan Korea Selatan di banyak negara, termasuk Indonesia, novel ini dikemas dalam nuansa Korea yang khas. Judulnya saja akan mengundang tanya, apa Jindo itu? Apakah itu sebuah nama tempat, budaya, atau bahkan nama seorang tokoh? Judul dilengkapi pula dengan teks huruf Hangul. Di dalamnya nanti pun kita akan cukup banyak menemukan istilah-istilah khas Korea Selatan, termasuk bahasa gaul di sana.


    Uniknya lagi, meskipun terinspirasi dari dunia hiburan yang sedang bersinar terang di Korea Selatan, kisahnya justru berpusat di sebuah pulau, yang bahkan nyaris luput dari publikasi gencar secara mendunia. Dibandingkan Pulau Jeju atau Pulau Nami, misalnya, yang melejit berkat beberapa serial drama yang mengambil adegan di kedua pulau tersebut. Di sini, Kak Susanti Hara cerdik dan kreatif dengan mengunggulkan sesuatu yang baru namun tak kalah menarik. Coba simak narasi berikut yang menjelaskan alasan dipilihnya Pulau Jindo sebagai latar belakang cerita.


    “Lautan yang sebelumnya masih ditutupi air, secara tiba-tiba terbagi menjadi dua. Dalam sekejap, air laut surut. Dasarnya mengering dan terbelah, membentuk jalur daratan sementara. Jalur penghubung antara Pulau Jindo dan Pulau Modo.” (halaman 13)


    Karakter ketiga tokoh cilik yang menjadi pusat cerita juga cukup kuat. Ketiga gadis dalam kisah Bintang Jindo ini mewakili tiga karakter yang biasa kita jumpai di kehidupan nyata. Tengok saja karakter Youra yang terobsesi menjadi artis terkenal. Bukankah fenomena riuhnya ajang-ajang pencarian bakat, terutama di televisi telah mempengaruhi banyak anak-anak di negeri kita juga? Begitu derasnya gempuran ini hingga banyak anak yang rela meninggalkan sementara bangku sekolah, bersibuk-sibuk mengunggah aneka foto diri dan video penampilan mereka lewat situs-situs gratis di internet. Dalam kisah Youra, dilukiskan lewat penggalan adegan berikut:


    “...Menyeberangi Pulau Jindo. Meraih impianku menjadi artis.”
    “Apa?” Eun Hee terbelalak. “Pulau Modo bukan tempat pemilihan artis.”
    “Ya, aku tahu. Tapi, setelah aku kirim ceritaku menyeberangi Laut Jindo ke majalah-majalah, memasukkannya ke internet, bisa saja tiba-tiba aku terkenal,” bela Youra sambil menyisir poninya dengan jari.
(hal. 16-17)


    Untuk mengimbangi karakter Youra, dimunculkanlah sosok Hyo Ra yang sederhana, khas pribadi anak kampung nelayan yang begitu mencintai pantai dan kehidupan bersama kedua orangtuanya. Maka, pemilihan Pulau Jindo menjadi berdasar kuat dalam kisah ini., selain sebagai gambaran bahwa daerah pinggiran atau pedalaman pun tak luput dari pengaruh modernitas.


    “Hyo Ra duduk di pasir tepian pantai. Kedua lututnya menopang dagu. Dia menunggu matahari terbenam. Bagaimanapun keadaannya, menyaksikan langsung matahari merah dan kuning keemasan berpadu merupakan hal menyenangkan.” (hal. 28)


    Sedangkan karakter Eun Hee yang sangat menyukai dunia blogging di usianya yang masih dini, menjadi gambaran lain dunia anak masa kini. Tak dapat disanggah, pesatnya perkembangan teknologi turut berimbas pada melek teknologi di kalangan anak-anak maupun remaja. Tak jarang, maraknya media sosial disalahgunakan oleh kaum muda untuk mengumbar hal-hal pribadi yang kurang layak. Di dalam kisah novel ini, hal tersebut kemudian diarahkan dengan menyelipkan adegan Eun Hee bersama seorang guru.


    “Bu Guru menyarankan Y untuk menuliskan ceritanya di blog pribadi dengan cara berbeda. Misalnya, mengganti nama menjadi huruf atau angka.” (hal. 44)


    Kak Susanti Hara juga cerdik menyisipkan himbauan pada adik-adik yang terlampau asyik dengan dunia maya agar lebih banyak meluangkan waktu bersama keluarga atau teman-teman di dunia nyata.


    “Aku juga berharap temanku menyukai memasak dan akrab dengan neneknya, bukan hanya akrab dengan komputer. Apalagi, menulis terus di blog-nya. Kasihan, kan, neneknya?” (hal. 48)


    Kebiasaan Hyo Ra menabung di celengan Piggy Bank bisa menjadi contoh baik pula bagi anak-anak. Kak Susanti Hara pun mengisahkan hal ini dengan cara yang menarik lewat kisah pengalaman Hyo Ra.


    “Kenangan paling menyenangkan di Seoul adalah ketika Paman Ji Woo mengajak Hyo Ra ke bank... Waktu itu, Hyo Ra menertawakan seorang pembawa celengan yang mau menukarkan uang. Lelaki pembawa celengan itu membuka celengan di depan kasir.” (hal. 25)


    Ketika sebuah tawaran bermain film datang dari seorang sutradara ternama, tanpa kesengajaan, tanpa perencanaan, apalagi obsesi untuk menjadi terkenal, hal ini seakan hendak mengingatkan anak-anak bahwa menjadi anak yang tulus, baik dan rendah hati itu lebih terpuji daripada melakukan segala cara demi sebuah ketenaran. Ketulusan secara otomatis akan menarik orang-orang ke dekat kita tanpa kita harus bersusah-payah mengupayakan agar mereka ‘menoleh’.    


    Dan ketika ketenaran itu diraih, hendaknya seseorang tidak melupakan keluarga, sahabat, dan asal-usulnya. Kejutan manis akan menanti jika tetap bersikap rendah hati.


    “Paman sudah berjanji kalau aku tidak akan bermain film jauh dari tempat ini.”
    “Kamu tidak akan ikut ke Seoul, Hyo Ra. Kamu tunggu saja kedatangan kami setelah shooting Shin Mi di Seoul selesai.”


    Hyo Ra lega sekali. Dia bisa merasakan kebebasannya kembali. (halaman 117)


    Adik-adik akan dihadiahi kejutan manis lain di akhir cerita yang menyematkan pelajaran berarti sekaligus mengungkapkan satu rahasia besar Hyo Ra dan alasan mengapa dia rajin menabung di celengan Piggy Bank.


    Satu catatan dari saya, di awal buku, terdapat ruang khusus bagi pengenalan tokoh. Di bagian tokoh Paman Park Yong Gun, ada baiknya tetap menjaga kejutan dengan tidak mengungkap secara gamblang apa hubungannya dengan Hyo Ra. Mungkin kalimatnya bisa diubah menjadi: “Produser, sutradara, sekaligus pencari bakat yang telah mengorbitkan banyak artis.”



Penutup:


    Sesudah membaca tuntas, saya memuji kemahiran Kak Susanti Hara dalam menuturkan kisah dengan setting luar negeri ini. Riset yang cukup baik tergambar dari deskripsi yang apik, sisipan dialog-dialog bernuansa lokal, dan gaya hidup penduduk asli Korea Selatan. Gaya bahasa, alur-plot yang diterapkan saya rasa sudah cukup mudah dipahami anak-anak usia sekolah dasar hingga sekolah menengah pertama. Semoga novel ini menjadi bacaan yang menginspirasi bagi anak-anak Indonesia di tengah gempuran arus modernitas yang dahsyat.
   
   
   

4 komentar:

  1. Terima kasih, Kak, sudah mau memberikan review K-Novel Bintang Jindo. Semoga amal kebaikannya mendapat balasan yang lebih baik. Sukses selalu ya, Kak. Aamiin

    BalasHapus
  2. Jadi novel ini segmentasinya ke pembaca anak atau remaja belia ya?

    BalasHapus
  3. Mbak Riawani Elyta: kalau dari tokoh-tokohnya, memang anak-anak. tapi menurut saya, novel ini recommended juga buat remaja tanggung hehe...

    BalasHapus

  • RSS
  • Delicious
  • Digg
  • Facebook
  • Twitter
  • Linkedin
  • Youtube