Minggu, 16 November 2014

[resensi] Saat Dunia Tak Sesederhana Yang Kita Lihat

Posted by Menukil Aksara | 6:18:00 PM Categories:


Judul Novel : Bumi
Penulis        : Tere Liye
Desain Sampul : eMTe
Penerbit      : Gramedia Pustaka Utama
Cetakan      : keempat April, 2014
ISBN           : 978-602-03-0112-9
Jumlah Halaman: 440 hlm.; 20 cm

Blurb:


    Namaku Raib, usiaku 15 tahun, kelas sepuluh.    Aku anak perempuan seperti kalian, adik-adik kalian, tetangga kalian. Aku punya dua kucing, namanya si Putih dan si Hitam. Mama dan papaku menyenangkan. Guru-guru di sekolahku seru. Teman-temanku baik dan kompak.
    Aku sama seperti remaja kebanyakan, kecuali satu hal. Sesuatu yang kusimpan sendiri sejak kecil. Sesuatu yang menakjubkan.
    Namaku Raib. Dan aku bisa menghilang.

 
Sinopsis:


    Membaca ulasan singkat di atas, yang juga dicantumkan di sampul belakang buku, seketika kita bisa menebak bahwa novel remaja satu ini mengusung genre fantasi. 


    Raib, Seli, dan Ali adalah teman satu sekolah, bahkan satu kelas. Raib dan Seli berteman baik. Namun tidak halnya dengan Ali, yang pada mulanya mereka anggap pengganggu, anak yang menyebalkan dan suka berulah. Namun, suatu hari, rahasia besar Raib diketahui tanpa sengaja oleh Ali dan ini memicu rasa penasaran Ali yang seorang jenius. Semenjak itulah hubungan ketiga remaja ini berkembang ke tingkat yang lebih serius, menyusul hadirnya Tamus, makhluk asing berpenampilan misterius yang kemunculannya pun dengan cara yang tak biasa. Kejutan lain datang dari Miss Selena, salah seorang guru sekolah Raib, Seli, dan Ali. Persoalan mulai mencuat ke titik klimaks ketika ketiga remaja dengan kelebihan masing-masing itu melarikan diri dari kejaran Tamus dan tersesat di dunia lain. Di dunia baru inilah mereka juga menemukan banyak fakta menarik, termasuk kekuatan luar biasa yang mereka miliki. Bagaimanakah petualangan Raib, Seli, dan Ali selanjutnya? Siapakah sebenarnya jati diri mereka dan orang-orang yang mengejar mereka? Apakah kisah ini akan ada kelanjutannya? Anda akan menjumpai jawabannya dengan menyimak kisah fantasi yang dibingkai oleh pernak-pernik dunia remaja ini.

Ulasan:


    Novel tebal ini merupakan pembuktian diri (sekali lagi) seorang Tere Liye yang selama ini dikenal lebih banyak menulis novel-novel bertema realis dan romantis. Novel tebal dengan judul sederhana ini mungkin akan dipandang tak menarik jika saja kita tak mengenali nama Tere Liye dan blurb-nya. Bumi. Mengapa judul sederhana ini yang dipilih? Karena judul inilah yang paling pas mewakili isi cerita di dalamnya.


    Walaupun genre fantasi membebaskan penulisnya ‘meliarkan’ imajinasi, namun seperti yang dikatakan oleh Isa Alamsyah dalam buku 101 Dosa Penulis Pemula, penulis fiksi fantasi harus konsisten mengikuti alur logika yang diciptakannya. “Cerita fantasi boleh menciptakan logika sendiri. Tidak harus patuh pada logika umum. Tapi begitu logika itu dibuat, maka semua isi cerita dari awal hingga ending harus patuh dengan logika yang diciptakan si penulis.”


    Maka, demikian halnya dengan Tere Liye di sini. Teinspirasi atau didasarkan pada sebuah ide lapangan olahraga indoor, Bumi mengisahkan sebuah dunia yang tak sesederhana yang terlihat. Ada lebih dari satu kehidupan yang berjalan di atasnya. “Selain untuk rapat, pertemuan guru-wali murid, dan pertunjukan seni, aula itu sekaligus merangkap lapangan olahraga indoor. Ada lapangan bulu tangkis di dalamnya yang garis-garisnya ditimpa lapangan futsal, lapangan voli, dan lapangan basket. Ada empat lapangan sekaligus di lantai aula. Praktis, jika ingin bermain bulu tangkis, tinggal pasang tiang dan netnya. Kalau ingin bermain basket, lepas tiang dan net badminton, dorong tiang-tiang basket yang disimpan di sudut-sudut aula.” (halaman 156)


    Ide dasar ini kemudian dijelaskan lebih jauh terkait fakta dunia baru yang dijelajahi Raib dan kawan-kawannya di halaman 246-250.


    Selain itu, tiap keabnormalan yang dijumpai diberikan penjelasan logis lewat penuturan sang jenius Ali, misalnya tentang makhluk-makhluk dengan gen spesial atau berkembang jauh lebih hebat dari yang lain (halaman 273-274).


 Di dunia tempat ketiga remaja tokoh utama tersesat, juga dideskripsikan secara apik dengan kecanggihan tekonologi, keberadaan kapsul kereta, rumah yang melayang, baju yang bisa otomatis mengikuti bentuk tubuh, makanan yang praktis menyiapkannya, perpustakaan keren, dan masih banyak lagi. pembaca akan dimanjakan dengan imajinasi yang menyenangkan.

    Sebagai sebuah novel remaja, gaya bahasa yang digunakan, karakter para tokohnya sudah pas, tidak terlampau rumit atau susah dipahami. Bahkan ada keindahan tersendiri dari diksi-diksi yang dipilih. Alur-plotnya runut, dengan alur maju dan penceritaan dengan sudut pandang ‘aku’ sebagai Raib. Di beberapa bab, Tere Liye dengan cerdik menyisipkan potongan-potongan petunjuk berupa teka-teki tentang kelanjutan cerita, seperti yang sudah biasa dilakukan di karya-karyanya yang lain.


    Dan seolah tidak ingin mengganggu fokus pembaca, novel ini tidak disertai ilustrasi di dalam, benar-benar polos dan paragraf demi paragrafnya sangat padat tertata. 


    Novel fantasi remaja ini menurut saya lebih mengetengahkan unsur superheroes dengan kekuatan mereka yang tidak lazim lantas digunakan untuk misi penyelamatan bumi. Pengungkapan kekuatan para tokoh utama dilakukan bertahap demi menjaga ritme cerita. Settingnya sendiri tidak spesifik menggambarkan sebuah kota di Indonesia, namun menyimak adegan dan gaya hidupnya, saya yakin Tere Liye tetap mengambil setting dalam negeri.


    Selama membaca kisah petualangan Raib ini, saya bisa turut menikmati sensasi debar kegugupan, keseruan pertarungan, kejutan-kejutan manis yang dihadiahkan pada pembaca hingga akhir. Dan meski ini fantasi, Tere Liye tetap tak melupakan pesan moral di dalam kisah. Simak saja yang berikut:
    “Ketahuilah, sumber kekuatan terbaik adalah yang sering disebut dengan tekad, kehendak. Jutaan tahun usia planet ini, ribuan tahun kehidupan tiba di dunia ini.semua mencoba bertahan hidup. Maka kehendak yang besar bahkan lebih kuat dibandingkan kekuatan itu sendiri.” (halaman 263)


    Hanya satu yang menjadi catatan sekaligus pertanyaan bagi saya. Di dalam kisah ini terdapat adegan panjang kehidupan baru Raib dan kawan-kawan  dengan bahasa lain. Raib pun diceritakan bercakap-cakap menggunakan bahasa itu yang entah bagaimana otomatis dikuasainya. Sayangnya, Tere Liye tidak memberikan bentuk riil dari tata bahasa itu, seperti yang lazim kita dapati di film-film fantasi, semacam bahasa kaum peri di Lord of The Rings atau bahasa ular dalam Harry Potter. Hanya penjelasan itu bahasa berbeda, titik. Apakah Tere Liye tidak ingin berpanjang-panjang fokus pada elemen pendukung ini? Ataukah akan ada kejutan di sekuel selanjutnya, Bulan? Saya berharap kemungkinan kedua ini yang terjadi. Saya pun tidak sabar menantikan kelanjutan petualangan menegangkan Raib, Seli, dan Ali di sekuel Bulan.


    Overall, Bumi menjadi kekayaan karya fiksi fantasi Indonesia yang layak direkomendasikan untuk dibaca, terutama kalangan remaja.

11 komentar:

  1. duh, baca resensi ini jadi minder. Ulasannya lengkap banget, plus ada ilmunya, khususnya tentang penulisan novel fantasy. Walau bebas logika, dia tetap harus taat pada logika awal yang dibangun penulisnya ya dik. Sementara ini kurang dapat feelnya novel bergenre ini, semoga resensimu membuatku membuka Bumiku dan membacanya tuntas.

    BalasHapus
    Balasan
    1. haha... hayuk, Mbak, dibuka. asyikin aja baca fantasi. kalau saya yang belum dapat feel itu novel sejarah malah, berhubung saya nggak gampang hapal nama. kan kalau sejarah biasanya banyak tokoh :))

      Hapus
  2. Tambah kagum aja sama tere , apapun genrenya tetep oke :-) juga kagum sama resensi ini, padat dan informatif :-)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, keren ah Tere Liye, sampai berani mencoba masuk ke bermacam genre dan bisa dibilang sukses. Makasih udah mampir, Mbak :)

      Hapus
  3. keren ya.
    Ya penulisnya, ya peresensinya :)

    Makasih Mbak sudah dicolek :)

    BalasHapus
  4. Terima kasih kembali, Mbak Shabrina :)

    BalasHapus
  5. Wow.. ternyata ini genre fantasi. Tere Liye menulis berbagai genre, rupanya. Nama2nya Indonesia, tp settingnya di luar negeri?

    BalasHapus
  6. Hm..genre Fantasi??
    Diriku bukan pembaca Fantasi. Tapi jadi cukup tergoda mencoba mencicipi Bumi (^_^)

    BalasHapus
  7. Mbak Leyla Hana, bukan di luar negeri Mbak. Tapi ya itu, dunianya digambarkan "bertingkat" sampai ada sebutan "klan" :D

    BalasHapus
  8. Atria hehe... kalau aku tergantung ceritanya. Meskipun fantasi tapi kalau syik dibaca jadi suka. Contohnya ini :D

    BalasHapus
  9. Jadi makin pingin punya bukunya, smg sebelum sekuelnya keluar uda punya ini, aamiin, resensinya berhasil bikin mupeng. Keren, Kak Melani... ;)

    BalasHapus

  • RSS
  • Delicious
  • Digg
  • Facebook
  • Twitter
  • Linkedin
  • Youtube