Senin, 28 Juli 2014

[resensi novel] Kisah Cinta Sejati Dua Negeri

Posted by Menukil Aksara | 9:44:00 PM Categories:

Judul Buku   : Assalamu’alaikum Beijing – Pergi Cinta Mendekat Cinta
Penulis           : Asma Nadia
Penyunting Ahli   : dr. Lukman
Penyelaras Aksara : Fakhri Fauzi
Penata Aksara     : Nurul M. Janna
Perancang Sampul  : Tuarzuan AFC
Penerbit          : AsmaNadia Publishing House, April 2014

Blurb
    Ajarkan aku mantra pemikat cinta Ahei dan Ashima, maka akan kutaklukkan penghalang segala rupa agar sampai cintaku padanya.
    Dewa dan Ra adalah busur dan anak panah. Keduanya memiliki bidikan yang sama, sebuah titik bernama cinta. Namun, arah angin mengubah Dewa. Sebagai busur, dia memilih sasarannya sendiri dan membiarkan anak panah melesat tanpa daya.
    Sebagai laki-laki pengagum mitologi, Zhongwen ibarat kesatria tanpa kuda. Sikapnya santun dan perangainya gagah, tapi langkahnya tak tentu arah. Dia berburu sampai negeri jauh untuk mencari Tuhan sekaligus menemukan Asma, anak panah yang sanggup meruntuhkan tembok besar yang membentengi hatinya.
    Dan di manakah Ra ketika dalam kegamangan Asma menelusuri Tembok China, menjejakkan kaki di pemakaman prajurit terakota dan menjelajah dunia dongeng si cantik Ashima dari Yunnan?
    Dua nama, satu cinta. Bersama, mereka mencoba menaklukkan takdir yang datang menyapa.

Sinopsis
    Ra atau Asma memilih melanjutkan hidup setelah pengkhianatan sang kekasih—Dewa—yang berakibat dibatalkannya pernikahan mereka. Asma yang kemudian mendapat tugas liputan ke negeri tirai bambu berkenalan dengan pemuda bernama Zhongwen di bus yang ditumpanginya. Perkenalan singkat mereka membekaskan kesan tersendiri pada Zhongwen. Sesudah pencarian acaknya, Zhongwen berkesempatan bertemu kembali dengan Asma—yang ia panggil Ashima—di sebuah masjid tua di Xuanwu Distrik. Pertemuan kedua yang berlangsung lebih lama dari pertemuan pertama ini memperbincangkan banyak hal, termasuk kelanjutan kisah legenda cinta Ashima dan Ahei dan sekilas tentang agama. Pertemanan yang terjalin, tak terputus hingga Asma kembali ke Indonesia. Di lain pihak, Dewa yang terpaksa menikahi Anita—gadis yang menjebaknya dalam perzinaan—tak setitik pun menjumpa bahagia. Dewa bertekad kembali pada Ra (Asma) begitu ia menceraikan Anita pasca melahirkan. Tanpa diketahui Zhongwen dan Dewa, Asma tengah berjuang melawan maut akibat sindrom APS yang diidapnya. Hingga suatu hari, Zhongwen yang telah menjadi mualaf dan Dewa yang telah meninggalkan Anita datang bersamaan ke hadapan Asma. Di tengah kegamangannya akan cinta sejati dan perlombaannya dengan maut, akankah Asma memilih salah satu dari dua lelaki tampan itu? Berhasilkah Asma melawan penyakitnya? Novel religi yang manis sekaligus sarat hikmah ini akan menuntaskan kisahnya.

Kutipan-kutipan Inspiratif dalam Novel
    Novel religi setebal 342 halaman yang ditulis oleh Asma Nadia ini tak diragukan lagi keromantisan sekaligus kedalaman makna yang tersirat di dalamnya. Novel yang mengambil setting Indonesia dan China ini mengajak pembacanya larut dalam kisah dramatis tiga tokoh utamanya sekaligus berpetualang sejenak ke negeri asing dengan jejak peradaban Islam yang cukup kental. Penokohan yang pas, alur yang apik dan mengundang rasa penasaran semenjak lembar pertama, serta kutipan-kutipan sarat hikmah dan pelajaran sejarah peradaban Islam di China ini akan sangat menarik untuk dibaca. Berbagai persoalan kehidupan dirangkul di dalamnya, hubungan antar lawan jenis, hubungan anak dengan orangtua, keislaman, dan sejarah.
    Di sini saya akan menandai beberapa kutipan favorit dan saya anggap penting:
•    Untuk sampai ke The Great Wall—atau yang juga biasa disebut Long City—di China, para pelancong bisa memilih memulai dari bagian tembok yang mana. Umumnya Mutiayu atau Badaling menjadi pilihan karena lebih mudah, anak-anak tangga lebih teratur, dan perjalanan yang lebih singkat. (hal. 28)
•    Xi’an yang terletak di provinsi Shaanxi merupakan salah satu kota yang memiliki perkampungan Muslim cukup besar yang dikenal dengan nama Hui Min Jie. Dalam sejarah, suku Hui merupakan perpaduan dan keturunan suku Han dengan bangsa Persia dan Arab, sejak masa Dinasti Tang. (hal. 41)
•    Masjid Raya Xi’an merupakan masjid tertua dan terbesar di China dan menjadi jejak sejarah aktivitas dakwah para pedagang Arab dan Persia yang berlayar melalui jalur sutra dan kemudian menetap di beberapa kota seperti Ghuangzhou, Quanzhou, Hangzhou, Yangzhou, dan Chang’an atau Xi’an. (hal. 41)
•    Ada dua jenis APS atau Antiphospolipid Syndrome. APS primer artinya sindrom akan selamanya berada dalam tubuh. Tidak dapat diobati, hanya bisa dicegah agar darah tidak menyumbat bagian tubuh lain. APS sekunder akan hilang jika penderita rutin meminum obat. (hal. 163)
•    Rasa sakit akan menguatkan seseorang menapaki hidup. Penderitaan akan menumbuhkan kebijaksanaan. Kesengsaraan yang melewati batas akan melahirkan kekuatan yang tak terduga. (hal. 77)
•    Orang-orang yang sudah membuang kepercayaan yang kamu berikan, apalagi memberi akibat yang fatal, berarti telah keluar dari lingkaran hidupmu. You’ve done with him or her. (hal. 134)
•    Islam sangat rasional. Kenapa perempuan dalam Islam setelah bercerai, baru boleh dinikahi setelah tiga bulan? Karena selama itu masih ada jejak laki-laki dalam diri perempuan dan baru bisa hilang setelah tiga bulan. Dunia pengetahuan menemukan itu sekarang, sementara Islam sudah sejak dulu mengatakannya. (hal. 151)
•    Kita tak bisa menghindari takdir yang Allah berikan, tetapi bisa memilih cara bagaimana menghadapinya. (hal. 242)
•    Rasa sakit tidak berkurang ketika kita mengeluh, malah semakin menjadi rasanya. Jangan dilawan, belajar menikmati. Ada keindahan tersendiri ketika kita bisa melakukan itu. (hal. 242)
Selain kutipan-kutipan di atas, di tiap permulaan bab baru juga disajikan kutipan-kutipan puitis yang menggelitik rasa ingin tahu kita akan isi dari bab itu sekaligus kelanjutan kisah tokoh-tokohnya.
•    Harta dan kebangsawanan, tak membuat laki-laki menjadi pangeran. Cinta sejati seorang putri-lah yang mengubahnya.
•    Nafsu yang purba menyeretku ke lubang tanpa jiwa.
•    Sejarah tak mencatat para pecundang bahkan, walaupun bumi melahirkannya.
•    Api yang menari di matamu menguapkan rindu hingga pucuk keheningan.
•    Sekumpulan angin yang berbisik di antara kepak sepasang merpati juga nyanyian mistis tetes hujan saat pertunangan bunga dan kupu-kupu. Jika pernah kau mendengarnya, maka begitulah aku padamu.

Keunggulan Novel
    Novel berdesain sampul gambar tembok besar China dan didominasi warna merah menyala ini punya layout yang rapi. Sempurna dari sisi ejaan dan pemilihan font, serta proporsional dalam diksi yang digunakan. Novel ini menganut selera sastra modern yang tak terlampau mendayu-dayu gaya bahasanya. Kesederhanaan ini mendukung pesan isi novel yang lebih ingin ditonjolkan. Kisah ketabahan sosok Asma dalam melawan penyakitnya terinspirasi dari kisah nyata penulis, Asma Nadia, sehingga terasa begitu nyata dan menyentuh. Anda dijamin akan menitikkan air mata ketika menyusuri baris demi baris kalimat dalam kisah mengharukan Asma. Novel ini direkomendasikan untuk kalangan remaja dan dewasa muda yang mengandrungi novel-novel romantis namun tetap tak lepas dari identitas keislamannya. Setting luar negeri dan riset yang mendalam turut memberikan nilai plus.





8 komentar:

  1. Aku belum baca buku ini ....

    BalasHapus
  2. Novel Karangan Asma NAdia emang bagus2 ya, Mak

    BalasHapus
    Balasan
    1. yap, terutama yang menyukai genre romance religi atau inspiratif :)

      Hapus
  3. Novelnya bagus, filmnya juga keren.......terinspirasi ingin ke Beijing utk menyaksikan kebesaranMU secara langsung, melihat peradaban muslim disana dan bangunan2 kuno

    BalasHapus
  4. Novel dan filmnya kereeeeen................

    BalasHapus
  5. Belum sempat nonton filmnya :))

    BalasHapus
  6. Jadi pengen nonton film nya ada yang punya?

    BalasHapus

  • RSS
  • Delicious
  • Digg
  • Facebook
  • Twitter
  • Linkedin
  • Youtube