Berawal dari gagalnya satu-dua tulisan saya di event menulis bersama, disusul gagalnya tulisan yang diikutsertakan dalam event give away sesama blogger, kendurnya semangat itu mulai terasa. Dari beberapa blogpost yang saya baca, saya akui memang layak menjadi pemenang. Meski tetap saja di ceruk hati terdalam terbetik protes, “Itu ‘kan idenya mirip punyaku.” Di lain kesempatan, merasa protes tanpa alasan relevan kepada penulis-penulis yang merangkap blogger senior, yang masih saja getol berpartisipasi dalam aneka lomba yang pada saat bersamaan juga diikuti oleh para penulis dan blogger pemula. Bahkan pernah suatu hari kala mengetahui pengumuman pemenang satu lomba blog, suami berkomentar, “Wah, sudah senior, masih menggarap ladang yang seharusnya sudah bukan tempatnya.” Hahaha... saya hanya tersenyum saat mendengarnya. Mungkin maksud suami saya, jika sudah menghasilkan karya buku seabreg bahkan namanya sudah dikenal, mbok ya berikan kesempatan pada yang pemula seperti saya. Meski nggak enak sama beliau yang dimaksud, tapi di sisi lain saya senang juga dibela suami hihi..
Di umur blog saya yang masih beberapa bulan ini, saya kiaskan ia masih batita yang sedang belajar berjalan, butuh proses mencoba dan jatuh-bangun. Proses menulis secara profesional untuk diikutsertakan dalam aneka lomba dan selanjutnya diterbitkan, juga baru berjalan dalam hitungan bulan, setelah sebelumnya sempat vakum cukup lama. Menilik hal ini, wajar saya kira jika saya banyak gagal, banyak membutuhkan sentuhan perbaikan di sana-sini. Terlepas dari perbaikan segi teknis, cita rasa, dan ruh yang jelas diperlukan, saya sedikit meneliti apa rahasia sukses di balik tulisan-tulisan para pemenang itu.
Dari lomba blog, bisa dibilang saya kurang peka dan teliti mengenai arah isi tulisan dan gaya penceritaan yang diharapkan si empunya lomba. Sebagai contoh, dari give away a place to remember, meski judulnya tentang kenangan, tak dapat dipungkiri pastilah keindahan tempat beserta dokumentasi yang menawan menjadi nilai tambah penilaian. Kemudian dalam give away bertema ikhlas, kedalaman kisah yang diangkat bisa jadi nilai penentu kemenangan. So, kalau kisahnya biasa, sudah banyak yang mengalami, kemungkinan akan mudah tereliminasi. Di give away bertemakan galau, di mana merangkap launching sebuah buku baru, saya terlambat menyadari bahwa tulisan lebih disukai dari penulis yang merangkumkan perjuangannya menelurkan karya, terutama buku yang jelas diterbitkan. Lah, kalau kisah tulisannya sekadar tentang perjuangan seseorang untuk sekolah dan berprestasi di bidang akademis, meski kita menilainya “salut”, otomatis akan kalah pamor. Pernah juga dibuat lomba bertema diary, tapi ketika saya menulis benar-benar dengan gaya curhat diary (nyaris tak ada dialog), eh ternyata kemenangan bisa diraih dengan sebuah diary yang lebih mendekati cerita mini, lengkap dengan dramatisasi, dialog, dan penokohan.
Sejenak galau, sejenak menghela nafas, dan menginstropeksi diri, barangkali itu tepat menggambarkan situasi saya saat ini. Kecewa boleh, tapi nggak boleh tenggelam hahaha... hidup masih ada untuk dijalani. Rezeki masing-masing orang telah ditetapkan, begitu pula raihan prestasi. Yang terpenting adalah tak menyerah berupaya dan belajar dari keberhasilan yang tertunda. Di kala kecewa, harus selalu ingat akan janji pada diri sendiri untuk mengejar impian yang telah dicanangkan. Silakan orang menilai bagaimana kualitas kita atau karya kita, jadikan saja pelecut dan ambil hikmahnya. So, keep writing and blogging
google.com |
Keep on spirit cintakuu!!! :D
BalasHapusLagi berselancar nih di blog aii hehe
waaahh... jadi malu *tutupmuka :)))
Hapus