foto: alumnimaterdei.com |
Nenek dulunya adalah seorang ibu rumah tangga biasa yang mengasuh keempat putra-putrinya sambil berdagang serabutan. Mendiang Kakek adalah pegawai kecamatan kala itu. Nenek dikenal sebagai sosok yang cerewet.
Di lain pihak, Ibu dari ibu saya, atau kerap dipanggil Emak, meninggal di usia 70-an tahun setelah menderita stroke berkepanjangan. Emak menjanda di usia muda dengan enam anak. Mbah Kakung—suami Emak—meninggal tiba-tiba ketika ibu saya masih kanak-kanak. Dengan kondisi ini, Emak tergolong wanita yang gigih sekaligus dikenal penyabar, baik kepada sanak saudara maupun tetangga.
Ibu saya sendiri kini telah menginjak usia pensiun. Beliau mengabdikan diri sebagai pendidik di sekolah dasar negeri di era keemasan usianya. Ibu bisa dibilang sangat aktif, tak bisa berdiam diri barang sekejap pun. Ibu juga terkenal disiplin dan cukup keras pada anak-anaknya.
Menelusuri rekam jejak generasi di atas saya tersebut, seakan membentangkan layar tancap berisi film kehidupan yang seharusnya mampu saya ambil hikmahnya. Bagaimana mereka menjalani hidup? Apa yang sekiranya telah/akan mereka wariskan pada anak-cucu sepeninggal mereka? Bagaimana mereka memaknai kehidupan di usia senja? Di sini saya tak hendak berteori rumit. Saya sekadar mengaca dari hidup Nenek-Kakek dan Ibu yang sempat terekam di memori saya.
Menurut saya, menyiapkan kehidupan di usia jelang 60 atau lebih, dilakukan semenjak muda. Usia dua puluhan tahun atau tiga puluhan tahun, yang secara keilmuan dinilai sebagai fase kedewasaan merupakan masa ideal untuk memikirkan tentang masa depan/masa senja. Poin-poin yang patut dicek list antara lain:
• Kemantapan agama. Seberapa tekun dan taat kita pada agama dan menunaikan ibadah. Seberapa dalam pengetahuan yang telah kita raup tentang perintah dan larangan Allah. Hal-hal tersebut akan memengaruhi kedekatan batin kita pada Sang Khaliq sehingga tidak mudah tertekan kala ujian hidup menyapa, termasuk kala masa pensiun dan masa lansia yang rentan akan perasaan ketidakberdayaan menerpa.
• Berupaya menjadi sosok teladan bagi anak-cucu. Sebagai orangtua, anak-anak adalah aset. Usaha mendidik anak-anak, bahkan mungkin cucu, akan ditimba hasilnya hingga tutup usia. Bukankah keberhasilan mencetak anak shalih/shalihah akan mengantarkan pada surga dan doa anak shalih/shalihah adalah amal tak terputus?
• Sedekah dan silaturrahim dikatakan mampu memanjangkan umur dan memudahkan terbukanya pintu-pintu rezeki sesuai sabda Nabiyullah Muhammad SAW dalam Al-Hadits. Larangan memutus tali persaudaraan, termasuk pertemanan atau persahabatan, memberikan beraneka hikmah. Bayangkan saja jika di usia 60 yang umumnya pekerjaan tetap kita di masa muda berhenti atau berkurang aktivitasnya dan kita terputus komunikasi dengan teman-teman baik, maka rasa sepi akan menghantui yang riskan akan menyeret seseorang pada depresi.
• Menjaga kesehatan, baik dengan memerhatikan asupan makanan, gaya hidup, istirahat cukup, dan olahraga teratur. Bukan rahasia lagi bahwa usia 60 ke atas rentan dengan aneka penyakit serius semacam stroke, diabetes, serangan jantung, dan kawan-kawan. Saya sendiri menyaksikan betapa Nenek yang tak tampak pernah sakit serius, tiba-tiba ambruk dan meninggal karena stroke. Usut punya usut, Nenek memiliki pola makan yang kurang sehat. Maka dari itu, Ibu sekarang begitu ketat menjaga pola makan demi menghindari resiko serupa. Aktif berkegiatan ringan termasuk jalan kaki sehat pagi, sangat membantu menyokong stamina.
• Menulis. Menulis adalah terapi jiwa, di mana kita bisa menuangkan segala pikiran negatif ke dalam bentuk tulisan yang kreatif dan inspiratif. Menulis yang diseriusi pun dapat mendulang prestasi, berapa pun usia kita. entah itu dalam bentuk buku terbit, blog, atau karya tulis yang dilombakan. Syukur-syukur jika buku terbit mampu digenggam. Bukankah kita akan bangga pada anak-cucu, bahkan mampu membacakan cerita dalam buku tersebut pada cucu-cucu kelak? Menulis pun melebarkan relasi, sehingga sekali lagi, dapat menyambung tali silaturahmi.Selain itu, seorang penulis senior pernah menyatakan bahwa menulis memberikan bonus awet muda, hehe...
Usia adalah rahasia Allah, termasuk dalam lingkup rezeki dan jodoh. Kita sebagai manusia hanya mampu berikhtiar untuk menyongsong fase yang telah digariskan, sebagai bagian dari sunnatullah. Bukankah semua makhluk akan mengalami masa bayi, balita, kanak-kanak, remaja, dewasa, lalu tua? Yang menentukan nilai diri manusia sebagai makhluk yang berakal adalah mampu berpikir mendalam dari mana kita berasal, untuk apa kita dilahirkan dan hidup di dunia, dan akan ke mana setelah masa kehidupan fana ini menemui titik akhir.
foto: islampos.com |
*Artikel ini diikutsertakan pada Giveaway Seminggu: Road To 64
Terima kasih atas partisipasi sahabat dalam Giveaway Road to 64 di BlogCamp
BalasHapusSegera didaftar sebagai peserta
Salam hangat dari Surabaya
Terima kasih kembali, Pak :)
HapusSalam dari Situbondo...
beneran loh mbak.. para orang tua kalau enggak gerak melakukan aktifitas itu justru rentan sakit.. sukses lombanya ya
BalasHapusiya, selama aktivitasnya tidak melebihi batas kemampuan, sebaiknya dibiarkan tetap aktif menekuni, baik hobi atau kegiatan sosial.
BalasHapusterima kasih atas kunjungannya :)