Bicara mengenai ponsel
pertama; saya termasuk orang yang terlambat memiliki ponsel. Saya ingat dengan
jelas, di awal tahun 2000, seorang teman baik saya telah menggenggam ponsel Nokia monokrom berukuran besar yang
merupakan ponsel keduanya, sedangkan saya belum memiliki satu ponsel pun. Baru pada
akhir tahun 2004 saya membeli ponsel perdana saya.
Saya
membeli si ponsel di sebuah pusat pertokoan yang cukup terkenal di Bogor. Saya pergi
ke sana ditemani seorang teman. Entah mengapa, pada saat itu (sampai sekarang
juga sih hehe…) saya kurang sreg dengan ponsel Nokia yang banyak bertaburan. Saya ingin mempunyai ponsel yang
jarang disamai. Pilihan saya akhirnya jatuh pada ponsel Samsung tipe SGH-X120. Saya membelinya dengan uang pemberian ibu
seharga sejuta lebih sedikit. Itu harga yang terbilang mahal pada saat itu. Tapi
memang dimaklumi, berhubung pada saat itu si ponsel termasuk model terbaru.
Dari segi tampilan fisik, si ponsel berwarna silver (perak) ini termasuk ramping dan ringan. Layarnya cukup
lebar dengan model memanjang ke atas. Meski tak berkamera, ponsel ini sudah
bisa menerima dan mengirim MMS dalam format sederhana (bukan JPEG yang besar). Yang
paling saya sukai dari si perak ini adalah kualitas gambar dan warnanya yang
jernih, tajam, dan kinclong, dengan layar OLED. Kekurangannya hanya satu bagi
saya; tombol keypad-nya cukup keras
dan butuh tenaga ekstra untuk memencetnya apalagi jika ingin ber-SMS ria. Saya baru
menyadarinya setelah beberapa lama menggunakannya. Namun pada kenyataannya saya
nyaman saja dan terbiasa dengan kondisi ini. Ponsel ini juga mudah dioperasikan
dan saya suka dengan desain baterainya yang dibuat menyatu dengan tutup
belakang ponsel.
Si
perak ini juga tahan banting lho. Tidak sekali dua kali saya menjatuhkannya
secara tidak sengaja dari atas tempat tidur. Pada akhir-akhir umurnya, si perak
pernah hang meski tidak parah. Yang lebih parah justru baterainya yang
cepat aus dan butuh waktu lebih lama dari biasanya ketika di-charge. Saya bangga memiliki ponsel
perak ini. Pada saat saya baru membelinya, teman-teman yang melihat pun jatuh
hati dan memuji kualitas gambar dan warnanya. Tampilannya juga dikatakan elegan
dan slim. Bahkan setelah
bertahun-tahun, masih saja ada yang memuji, di tengah maraknya ponsel
berkamera. Saya jarang sekali menemukan orang lain yang memiliki ponsel yang
sama persis dengan si perak ini.
Selama
masa hidupnya menyertai hari-hari saya, si perak nan elegan ini pernah hampir
hilang hingga beberapa kali. Yang paling saya ingat adalah ketika saya
membawanya ke rental komputer di
dekat kampus. Karena terburu-buru, saya meninggalkannya di meja komputer. Untung
saja, baru beberapa meter dari rental saya tiba-tiba mengingatnya dan bersyukur
dia masih berada di tempat semula. Kali lainnya, saya secara tidak sadar
menjatuhkannya di angkutan kota dalam perjalanan pulang ke rumah kost. Tak biasanya,
waktu itu saya menyimpannya di saku baju, bukan di dalam tas sehingga mudah
terjatuh. Sekali lagi saya beruntung. Ketika turun dan baru beberapa saat membayarkan
ongkos, sekilas mata saya menangkap ponsel yang berada di bawah tempat yang
saya duduki tadi. Dengan sigap saya naik lagi dan menyambar ponsel saya. Masih ingin
membersamai saya sepertinya si perak ini hihihi…
Banyak
jasa yang telah ditorehkan oleh si perak. Berbagai keperluan komunikasi jarak
jauh dengan ibu dan keluarga, juga komunikasi dengan teman-teman kampus dan
para dosen, berjalan mulus berkat si perak. Terkadang dia juga meladeni keisengin oknum-oknum
jahil yang menelepon tanpa maksud jelas. Eh, si perak ini juga pembawa rejeki lho. Saya pernah
memenangkan pulsa 100K sesudah iseng ikut kuis di sebuah radio swasta di
Jakarta. Bahkan di lain hari penyiar radio yang sama menelepon saya untuk
diwawancara santai on air karena saya
mengirim opini by sms di sebuah
acaranya hehehe…Uniknya lagi, si perak pernah saya gunakan
untuk sebuah panggilan internasional ke Korea Selatan. Ceritanya, saya pernah
sekali mendapat kehormatan mendampingi rombongan mahasiswa dari Hongik University yang sedang melakukan study tour ke Bogor. Sebelum berpisah,
saya sempat bertukar nomor ponsel dan alamat e-mail dengan beberapa dari
mereka. Saking penasarannya, saya memberanikan diri menelepon salah satu dari
mereka yang ternyata sedang berada di sebuah kafe yang gaduh. Terpaksa saya
hanya bisa menyapa dan mengucapkan “how
are you” saja kala itu, mengingat situasinya tidak kondusif hehehe…
foto koleksi pribadi |
Hingga
sekarang, saya masih menyimpan si perak ini bersama ponsel kedua saya yang
masih ber-merk Samsung. Si perak sendiri sudah lama tidak saya nyalakan dan
di-charge, sehingga entah apa dia masih hidup atau tidak saya tidak yakin. yang
unik, saya baru menyadari bahwa sim card Indosat saya yang lama masih menyelip
rapi di bagian belakang si perak. Oya, sebagai tambahan, si perak ini
dipensiunkan sewaktu adik saya menikah dan menghadiahkan sebuah ponsel Samsung hitam
ramping bertipe M-3510 pada tahun 2010. Si hitam ini berkamera 2.0 megapiksel
dan sudah bisa digunakan untuk akses internet. Akhir hidup si hitam ini justru
lebih mengenaskan. Kondisi keypad di
bagian tengah atas mengelupas dan terlepas dari badan ponsel serta pinggiran
tutup belakang ponsel patah sehingga saya mengikatnya dengan karet gelang untuk
mencegah baterainya terbuka hehe…
Baik
si perak dan si hitam sekarang menjadi barang antik yang dimuseumkan namun
menyimpan sejarah dan kenangan tak tergantikan.
Tinggal di Bogor mak?
BalasHapusSamsung tuh modelnya gak gampang di tiru yahh, tapi itu dulu sih, skg mah di-copy muluu hihi
Asik banget yah hp kamera dulu, biarpun vga gambarnya bagus :D
sekarang udah pulang kampung hihi.. di Bogor sempat lama.
Hapusiya, sekarang si Samsung banyak saingannya sih, zamannya juga udah beda :D
makasih ya komennya :)
waaa masih disimpen hpnya. iya, ya, sejuta jaman itu udah mahal bingit hape. :))
BalasHapusMakasih ya udah ikutan GA saya :))
hihi, iya, masih, bingung mau dikemanain juga :D
Hapussama-sama :)
cerita hape pertama selalu seru yaa
BalasHapusyap, apalagi ada sejarah berkesannya :))
Hapussalam kenal :)