Senin, 05 Mei 2014

[latihan deskripsi] Foto Pelipur Rindu

Posted by Menukil Aksara | 2:22:00 PM Categories:


         Aku menatap layar ponsel sembari jari-jariku menekan-nekan serampangan. Tiada kabar. Ketika aku bersiap meletakkannya kembali, sekonyong-konyong ia  menyenandungkan sepotong irama tanpa getar. Aku selalu benci getar suara ponsel. Sebuah pesan berlambang telepon masuk.
            “Sebelum pulang, jalan-jalan dan mampir ke sini dulu nih,” tulis si dia.
            Sejenak kemudian beberapa foto kuterima. Dengan segenap rasa ingin tahu, kubuka foto-foto itu. Kuperbesar salah satu foto dengan sekali tekan sehingga kedua mataku mampu melihat lebih jelas. Terpampang sebuah gambar bangunan didominasi cat merah menyala, berpadu padan dengan cat merah muda, putih, hijau, dan keemasan berdiri megah di sana. Agaknya bangunan itu bertingkat, dengan jendela-jendela berlengkung bernuansa klasik. Di puncak bangunan utama, sebuah kubah bermodel sederhana dengan warna hijau cerah menunjukkan identitas bangunan itu. Di kanan-kiri bangunan utama, masing-masing menjulang perkasa sebuah menara berwarna merah menyala. Lima atap melengkung tersusun berjeda di menara itu. Atap melengkung bernuansa keemasan dihiasi warna merah di tepi juga mempercantik sebuah gapura di pintu masuk utama bangunan. Gapura itu disangga dua pilar merah menyala dengan ornamen cincin putih di bagian tengah dan ujung atasnya. Di tengah kedua pilar, melengkung sebidang hijau bertuliskan nama bangunan. Dengan latar hitam, tulisan berabjad China dan Latin itu seakan saling menerjemahkan. “Masjid Muhammad Cheng Hoo”, bunyi tulisan berwarna keemasan itu.
            “Ah, pantas saja bangunan itu kental dengan nuansa China,” gumamku kemudian.
            Pernah sekali waktu, si pengirim foto ini mengatakan padaku bahwa Cheng Ho adalah seorang Muslim bersuku Hui. Ia adalah seorang kasim Muslim yang menjadi orang kepercayaan kaisar ketiga Dinasti Ming. Cheng Ho termahsyur berkat ekspedisi pelayarannya hingga ke Malaka pada abad ke-15. Sebuah pengetahuan baru yang kudapat sepintas lalu saat aku dan si dia berbincang ringan.
            “Wah, asyik banget bisa mampir ke sana!” seruku dalam balasan pesan.
            “Iyalah. Ini ‘kan satu dari beberapa masjid Cheng Hoo di Indonesia,” balasnya.
            “Lho, masjid ini tidak hanya satu?” tanyaku bingung.
            “Masih ada lagi di Surabaya, Pasuruan, dan Purbalingga,” jelasnya.
            Aku membulatkan bibir. Dari sekian masjid itu, kau berada di Palembang, yang paling jauh dari sini, kesalku dalam hati. Bibirku kini mengerucut.
Kupandangi lagi foto lainnya. Sewujud rindu menggapai-gapai, ingin menarik  pulang sosok lelaki berkaos biru muda yang sedang berpose di depan pagar masjid dalam foto.
“Argh, bukannya mengobati kangen, fotonya justru membuat ingin terbang ke sana!” protesku kemudian.
Sebuah emoticon masuk dengan sebentuk wajah yang menyeringai disertai kata maaf.



0 komentar:

Posting Komentar

  • RSS
  • Delicious
  • Digg
  • Facebook
  • Twitter
  • Linkedin
  • Youtube