Tempat yang masih lekat
dalam ingatan saya sebenarnya cukup banyak. Sayangnya tak semua tempat tersebut
sempat terekam dalam lensa kamera. Maklum, saya tidak hobi jepret sana-sini ,
apalagi jika saya yang menjadi objeknya (nggak fotogenik dan nggak pede pula).
Dengan mempertimbangkan segala sesuatunya (halah, udah mirip pertimbangan mau
nikah aja), saya memilih menceritakan sebuah desa di kabupaten Bogor. Meski tak
ingat betul nama desa tersebut, tapi masih terekam jelas peristiwa-peristiwa
berkesan selama saya berkunjung ke sana.
|
foto google.com |
|
Foto koleksi pribadi |
Saya ke sana pada tahun 2008 bersama teman-teman
sekampus yang sedang mengambil mata kuliah Kuliah Kerja Mahasiswa (KKM). Kami
dibagi menjadi kelompok-kelompok kecil mahasiswa dari jurusan dan program studi
berbeda, namun tetap satu fakultas. Perjalanan ke desa tujuan ditempuh dengan
angkutan kota yang kami sewa sejak dari kampus. Sebuah perjalanan yang cukup
panjang dan melelahkan selama dua jam lebih harus kami tempuh dengan hawa panas
di musim kemarau. Kami melewati jalan raya yang cukup padat. Satu-satunya
penghibur perjalanan adalah ketika kami melewati wilayah perkebunan kelapa
sawit di kecamatan Cigudeg dengan pemandangan yang cukup indah. Sesampai kami
di kecamatan tujuan, kami harus singgah dulu di kantor camat untuk menghadiri
acara penyambutan. Desa tujuan kami rupanya masih cukup jauh dari kantor camat
dan jalan raya. Jalanan desa tidak beraspal, berbatu dan berlubang. Yang lebih
mengejutkan adalah ketika kami diantarkan ke rumah penduduk yang agaknya akan
menjadi tempat tinggal sementara kami selama di desa. Rumah tersebut tak
berkamar mandi dan berjamban. Kamar mandinya hanya sekenanya dan hampir selalu
kosong dari air. Para mahasiswi tidur di sebuah ruangan kotor dan sempit tanpa
alas, kecuali tikar yang sudah sangat usang. Masalah makan sehari-hari, kami
serahkan pada pemilik rumah. (tentu saja kami membayar biaya sewa rumah dan
makan). Yang malang adalah kualitas masakan dari nyonya rumah yang jauh dari
menarik, bergizi, dan lezat, bahkan secara objektif bisa dibilang sekenanya.
Saya merasa kasihan pada teman-teman yang sehari-harinya memang sulit makan dan
pemilih dalam hal makanan. Tentu saja sebuah siksaan bagi mereka memakan
masakan yang tak menggugah selera. Masalah kami bukan itu saja. masalah lebih
berat lain muncul dari ketersediaan air bersih yang sangat minim. Selama
tinggal di sana, saya dan teman-teman mahasiswi hanya bisa mandi sekali sehari;
itupun dengan menumpang ke sana kemari. Dengan muka “ditebal-tebalkan”, kami
bergiliran mengantri mandi dan buang hajat ke rumah tetangga yang salah satunya
adalah seorang janda muda yang cukup murah hati. Untuk mencuci baju, kami
terpaksa melakukannya di sungai, terkadang sekaligus buang hajat jika
diperlukan (hahaha…). Pernah suatu hari, kami menumpang mandi dan mencuci baju
ke rumah kenalan lain yang jaraknya cukup jauh dan harus ditempuh dengan
berjalan kaki. Kabarnya, masalah kelangkaan air, terutama di musim kemarau ini
muncul setelah lahan banyak dibuka untuk perkebunan kelapa sawit. Karakteristik
pohon kelapa sawit yang tidak mampu menyimpan air, menyebabkan persediaan air
tanah berkurang drastis di musim kemarau. Tentu saja, kelapa sawit adalah
komoditi yang menjanjikan di lain sisi. Ini juga diperparah dengan sikap warga
yang masih enggan membangun jamban. Sungai masih menjadi favorit mereka. Pernah
kami mengalami berpapasan dengan serombongan kerbau yang habis dimandikan
ketika bermaksud mencuci baju di sungai dekat sekolah hihihi…
|
foto koleksi pribadi |
Kenangan lain adalah masa-masa kami menjalankan
berbagai program KKM di desa ini. Salah satunya adalah membantu mengajar di
sebuah sekolah setingkat SD yang didirikan oleh seorang guru penduduk asli
desa. Jangan bayangkan gedung sekolah permanen nan luas dan megah, tapi
bayangkanlah sebuah bangunan mungil penuh kerusakan di sana-sini yang letaknya
terpencil di tengah-tengah lahan kosong dan dikelilingi persawahan. Bangunan
sekolah ini juga hanya memiliki dua ruangan kelas yang digunakan bergantian.
Antar ruangannya hanya disekat oleh papan tripleks kecil, sehingga tidak
kondusif dipakai untuk belajar di saat bersamaan. Jangan bayangkan pula
siswa-siswanya datang rapi berseragam. Mereka mayoritas berasal dari keluarga
kurang mampu yang bersekolah mengenakan pakaian seadanya, bersandal, dan kadang
berwajah kumal seperti tidak mandi. Fenomena ini bukanlah di luar Jawa, tapi di
sebuah kabupaten yang cukup terkenal di Jawa Barat dan untuk ke sana melewati
kampus sebuah perguruan tinggi ternama.
Awalnya kami mematok standar pembelajaran yang sama
dengan SD pada umumnya. Pada faktanya, jangankan diajari berbahasa asing, baca
tulis dan berhitung saja mereka masih terbata-bata, meski sudah menginjak kelas
akhir. Akhirnya kami bersepakat untuk focus mengajari baca tulis dan berhitung
serta diselingi banyak kegiatan outdoor.
Sisi
lain dari desa ini adalah kegemaran para pemudanya pada olahraga sepakbola.
Saat kami di sana, hampir tiap sore pemuda desa berlatih dan bertanding di
lapangan desa. Penjual makanan dan minuman ikut memeriahkan pertandingan.
Saking cintanya pada olahraga ini, seorang tokoh desa bahkan pernah menyarankan
sebuah parpol ternama untuk menyumbang perlengkapan sepakbola demi meraup suara
dari kalangan pemuda, dan memang berhasil.
|
foto koleksi pribadi |
Ketika tiba saat perpisahan, kami dibantu warga
mengadakan pesta perpisahan sederhana yang bertempat di bangunan sekolah mungil
yang saya ceritakan tadi. Momen makan bersama beralaskan daun pisang,
bermenukan jengkol, menjadi momen paling tak terlupakan. Itu adalah kali
pertama saya makan jengkol hahaha… selain itu, sebelumnya saya juga sempat
dikenalkan pada kuliner khas desa, berupa sambal yang terbuat dari isi biji
kluwak (yang biasa dipakai sebagai bumbu utama rawon). Peristiwa yang paling
mengharukan adalah saat berpamitan dengan murid-murid sekolah dasar sederhana.
Kami saling meneteskan air mata kala itu. Persinggahan kami di desa ini menjadi
pembuka mata tentang fakta negeri dan menunjukkan bahwa masih banyak yang harus
dibenahi di sini.
Sambel biji kluweknya bikin penasaran nih hehehee... Foto makan bersamanya itu keren, memorable pastinya yaa
BalasHapusTerima kasih telah berpartisipasi dalam GA ini. Good luck.
rasanya seperti kluwek hihi... kalau saya lebih doyan sambel terasi atau sambel lombok ijo aja maak :)))
Hapus