Lembar kisah ini saya
cuplik dari kisah semasa duduk di bangku kuliah. Pada tahun pertama
perkuliahan, saya berkenalan dengan seorang gadis yang bernama Marini. Ia berasal
dari provinsi yang sama dengan saya dan sama-sama tinggal jauh dari orang tua. Kami
merasa memiliki banyak kecocokan sehingga memutuskan berteman baik.
Marini ternyata menyimpan kisah hidup yang cukup
membanggakan. Dia adalah anak perempuan satu-satunya dari tiga bersaudara yang
tinggal di sebuah desa di kabupaten Blitar. Kakak tertua Marini merantau ke
Sulawesi ketika Marini masih di bangku SMP. Marini adalah seorang gadis
bercita-cita tinggi yang setia pada idealismenya. Pada saat berusia 15 tahun,
ia bertekad merantau ke Bogor demi meraih mimpinya. Di Bogor, Marini menumpang
di sebuah rumah milik seorang dosen perguruan tinggi negeri yang juga merupakan
kenalan keluarganya di Blitar. Di rumah milik sang dosen ini status Marini
adalah anak asuh merangkap asisten rumah tangga. Dalam kesehariannya, Marini
rajin membantu mengerjakan sebagian besar pekerjaan rumah tangga, termasuk
mengasuh anak bungsu keluarga itu yang masih balita, di tengah kesibukannya
belajar di sekolah. Setamat SMK Marini galau.
Dilema menyergapnya. Di satu sisi, ia ingin melanjutkan ke perguruan tinggi. Di
sisi lain, tak mungkin ia meminta bantuan biaya dari keluarga sang dosen, yang
telah bermurah hati membantu biaya sekolahnya selama di Bogor. Mengharapkan bantuan
dari kedua orang tuanya pun mustahil, mengingat kehidupan mereka sendiri yang
bersahaja. Akhirnya Marini memutuskan bekerja sembari menabung untuk membiayai
kuliahnya kelak. Allah melapangkan rizkinya dan memudahkan jalannya. Dua tahun
kemudian, Marini berhasil mencatatkan diri sebagai mahasiswi di sebuah
perguruan tinggi swasta di Bogor. Ia memilih perguruan tinggi ini tak lain
karena pertimbangan biaya pendidikan yang terbilang terjangkau dibanding
perguruan tinggi lain dengan kualitas yang tak jauh berbeda. Fakultas yang
dipilihnya tak lain adalah Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan jurusan
Pendidikan Bahasa Inggris. Salah satu harapan Marini adalah datangnya peluang
untuk mendapatkan beasiswa pendidikan suatu saat kelak jika ia menorehkan prestasi.
Kegalauan Marini
agaknya masih berlanjut. Kali ini ia dilanda dilema antara tetap bertahan
tinggal di rumah sang dosen atau keluar untuk hidup terpisah dan mencoba
mandiri. Dua pilihan dengan resiko masing-masing. Marini lagi-lagi mengambil
keputusan yang berani. Sesudah matang mempertimbangkan, ia berpamitan secara
baik-baik kepada keluarga orang tua asuhnya. Dalam benaknya, keputusan ini akan
memberinya banyak keleluasaan untuk merencanakan masa depan dan mengukir prestasi di kampus. Marini pun
menyewa sebuah rumah kecil sederhana bersama teman-teman kuliah perempuannya
tak jauh dari kampus.
Marini membiayai kuliahnya dengan mengajar privat
beberapa orang murid yang didapat lewat perkenalannya dengan orang tua mereka
semasa bekerja di tempat sebelumnya. Selain itu, Marini menyiasati waktunya
dengan mengaambil jadwal kuliah pada sore hingga malam hari. Meski tak
melimpah, uang dari hasil mengajarnya ini masih cukup untuk menutupi biaya
kuliah dan hidup sehari-hari, dengan syarat berhemat. Di kampus, Marini
termasuk mahasisiwi cerdas yang disegani dan disukai oleh teman-temannya.
IP-nya selalu di atas 3.0. peluang beasiswa yang ia nantikan akhirnya datang
juga di suatu semester. Dengan penuh optimisme, Marini mengajukan permohonan
sebagai calon penerima beasiswa. Kabar baik agaknya masih berpihak padanya. Ia lolos
seleksi dan dipastikan menerima kucuran dana bantuan pendidikan di semester
berikutnya. Prestasi akademis
ia pertahankan hingga saat kelulusan. Saat wisuda tiba, Marini mencatatkan diri
sebagai lulusan terbaik dengan IPK tertinggi di fakultasnya. Kedua orang tuanya
yang jauh-jauh datang dari Blitar, tentu saja merasa bangga dan terharu atas
kegigihan putri mereka di rantau. Tak lama berselang, Marini kembali mengukir prestasi. Ia lolos dalam
wawancara kerja dan diterima mengajar di sebuah institusi pendidikan yang cukup
ternama di Bogor. Ia berhasil mendapatkan pekerjaan sesuai bidang ilmu yang
ditekuninya di bangku kuliah. Kini Marini telah menikah dan tinggal di kota
kelahiran suaminya. Kecintaannya pada ilmu dan dunia pendidikan masih tetap ia pertahankan.
Tulisan ini diikutsertakan dalam GA Ya Rabb Aku Galau - Launching Buku Aida,Ma.
0 komentar:
Posting Komentar