Si
Kulit Bundar
“Saya kemari bermaksud meminta
bantuan Bapak,” ujar Roni, seorang kader partai politik yang menyambangi kediaman
Pak Jamil pagi itu.
“Bantuan apa, ya, Mas Roni?”
“Pak Jamil ‘kan dekat dengan para
pemuda di dusun kita ini. Sosok Bapak selaku guru juga cukup disegani,” Roni
berbasa-basi dengan muka yang diramah-ramahkan..
“Kami sebagai partai politik yang
mendukung kemajuan pemuda penerus negeri, hendak mewujudkan impian pemuda desa
sini. Kira-kira, apa yang dibutuhkan, Pak?” lanjut Roni.
“Yang dibutuhkan, ya banyak, Mas.
Anda bisa lihat sendiri. Pendidikan mereka kurang, pengangguran meluas, budaya
merokok mewabah.”
“Jika demikian, kebutuhan praktis
yang paling mendesak, apa, Pak?’
“Bilang saja, untuk membeli suara
pemuda, paling ampuh dengan apa?!” sinis Pak Jamil membatin.
Pak Jamil memperbaiki posisi
duduknya lalu membuka suara.
“Begini sajalah, Mas. Salah satu
kegiatan positif mereka adalah bersepak bola. Bagaimana jika partai Anda itu
menyumbang perlengkapan latihan mereka?”
“Wah, bisa sekali, Pak. Saya akan lekas
mendelegasikan rencana ini. Terima kasih atas saran dan waktunya,” ucap Roni
sumringah.
Di jalan desa, Roni berpapasan
dengan Doni, seorang kader partai rival. Mereka saling menyapa namun tersenyum mencibir
di belakang.
“Kamu kira bakalan menang, dengan berkonsultasi
pada Pak Haji? Lihat saja nanti!” desis Roni kemudian.
0 komentar:
Posting Komentar