Minggu, 20 April 2014

[Tulisan Bebas] Menulis Sebuah Petualangan Jiwa

Posted by Menukil Aksara | 12:23:00 PM Categories:


Menulis Sebuah Petualangan Jiwa

            Coretan ini sekadar mengenang sejarah—kilas balik—alasan saya menulis dan sejarah tulisan-tulisan saya. Saya bisa dibilang tidak memiliki latar belakang pendidikan kepenulisan atau jurnalistik secara formal. Semua teknik dan gaya menulis, hampir semua saya pelajari sendiri. Awal ketertarikan saya dengan dunia tulis menulis ini sebenarnya dari buku. Yap, karena hobi membaca-lah saya melirik dunia kepenulisan. Sejak kecil saya suka sekali membaca. Membaca apa saja, di mana saja. Semasa SD dulu, saya belum mampu membeli koleksi buku. Orang tua saya bukanlah tipe yang menganggarkan dana khusus untuk membeli buku-buku bacaan. Hanya satu bacaan yang selalu ada di rumah, yaitu majalah anak “Kuncup”. Itu pun karena ibu saya adalah seorang guru SD, sehingga diwajibkan berlangganan. Namun saya cukup beruntung. Meski hanya majalah itu kawan baca tetap saya tiap bulan, saya masih bisa meminjam bacaan anak lain dari teman atau tetangga. Seingat saya, dulu saya masih bisa menikmati majalah anak “Bobo” dan serial petualangan “Lima Sekawan”. Beranjak remaja, majalah-majalah remaja pinjaman teman juga saya lahap. Berlanjut dengan novel-novel lama ternitan Balai Pustaka, yang saya pinjam dari perpustakaan sekolah. Menginjak dewasa, bacaan saya merambah ke buku-buku non fiksi bertema keagamaan dan novel-novel dewasa—baik umum maupun religi. Tentu saja, tidak semua saya beli sendiri.
            Debut menulis saya sebenarnya sudah dimulai ketika SD. Kala itu, saya pernah menjuarai kompetisi menulis untuk tingkat SD se-kecamatan. Saya masih ingat tema tulisannya ketika itu adalah tentang cita-cita. Yang saya tulis di saat itu adalah cita-cita menjadi seorang guru—yang agaknya sedikit banyak dipengaruhi oleh profesi ibu saya. Selain itu, saya juga mulai menulis puisi anak-anak dan pernah juga mengikuti kontes membaca puisi anak. Meski tidak mendapatkan gelar juara, namun sejak itu saya mulai menyadari bakat saya menulis.
            Bakat terpendam itu benar-benar terpendam—tak muncul-muncul lagi—selama bertahun-tahun. Saya sibuk dengan dunia akademis dan mencari hidayah—belajar agama lagi dari nol. Di tengah jatuh bangun menjalani ujian hidup, kerinduan saya akan dunia menulis terbit lagi. Maka, momen akhir kuliah, ketika tengah marak blog Multiply dan Facebook, saya mencoba peruntungan saya kembali. Saya buka akun baru di blog dan begitu saja tenggelam dalam hiruk pikuk dunia blogging. Saya bahkan sempat memiliki tiga akun berbeda di Multiply dan dua akun di Facebook. Di Multiply, saya pernah juga merasakan nikmat dan serunya kopdar—temu muka—antar sesama blogger di sana—biasa dijuluki MPer—hingga beberapa kali. Hingga pada tahun 2010—kalau tidak salah—web Multiply dialihfungsikan oleh pengelolanya, menjadi sebuah web untuk online shop saja. Disebabkan alasan tersebut, dan beberapa alasan pribadi, saya terpaksa vakum dari nge-blog.
            Awal tahun 2014 menjadi titik balik saya. Saya mulai bersemangat kembali menulis, bahkan getol memburu berbagai event menulis via online. Tak cukup puas dengan upaya itu, saya juga memutuskan membuka lagi kebiasaan positif menuangkan ide dan pengalaman lewat blog. Maka jadilah blog ini, yang kini berisi sebagian kecil tulisan-tulisan hasil karya saya.
            Mengutip sebuah pernyataan dari sebuah akun kepenulisan di twitter, “Menulis bisa sendirian, tapi menjadi penulis butuh rekan,” maka harapan saya terhadap gairah menulis saya saat ini lebih tinggi dibandingkan harapan pada tahun-tahun sebelumnya. Semoga saja tahun ini menjadi awal prestasi saya dan tahun pelecut semangat dan keberanian saya dalam memeluk impian. Aamiin J

0 komentar:

Posting Komentar

  • RSS
  • Delicious
  • Digg
  • Facebook
  • Twitter
  • Linkedin
  • Youtube